Recent Posts

tugas softsill 1

nama :sugrio dwi darmawan
npm :14109984
kls:2ka10

Soal :
1.       1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan organisasi,manajer,kepemimpinan
2.       2. Jelaskan,menurut anda apakah penting dalam suatu pengorganisasian membuat perencanaan?
3.       3. Apa yang dimaksud dengan sosio-teknologi?
4.       4. Apa yang menjadi komponen sosio-teknologi?


 Organisasi adalah susunan dan aturan dari berbagai-bagai bagian (orang dsb) sehingga merupakan kesatuan yang teratur. (W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia) Organisasi adalah sistem sosial yang memiliki identitas kolektif yang tegas, daftar anggota yang terperinci, program kegiatan yang jelas, dan prosedur pergantian anggota. (Janu Murdiyamoko dan Citra Handayani, Sosiologi untuk SMU Kelas I)
 Organisasi adalah bentuk formal dari sekelompok manusia dengan tujuan individualnya masing-masing (gaji, kepuasan kerja, dll) yang bekerjasama dalam suatu proses tertentu untuk mencapai tujuan bersama (tujuan organisasi). Agar tujuan organisasi dan tujuan individu dapat tercapai secara selaras dan harmonis maka diperlukan kerjasama dan usaha yang sungguh-sungguh dari kedua belah pihak (pengurus organisasi dan anggota organisasi) untuk bersama-sama berusaha saling memenuhi kewajiban masing-masing secara bertanggung jawab, sehingga pada saat masing-masing mendapatkan haknya dapat memenuhi rasa keadilan baik bagi anggota organisasi/pegawai maupun bagi pengurus organisasi/pejabat yang berwenang.

Pengertian selanjutnya diperoleh dari artikel yang berjudul “Manajemen Konflik Dalam Organisasi” oleh fickry tanggal

Yang dimaksud dengan manager adalah orang atau seseorang yang harus mampu membuat orang-orang dalam organisasi yang berbagai karakteristik, latar belakang budaya, akan tetapi memiliki ciri yang sesuai dengan tujuan (goals) dan teknologi (technology).
Dan tugas seorang manager adalah bagaimana mengintegrasikan berbagai macam variabel (karakteristik, budaya, pendidikan dan lain sebagainya) kedalam suatu tujuan organisasi yang sama dengan cara melakukan mekanisme penyesuaian.
Adapun mekanisme yang diperlukan untuk menyatukan variabel diatas adalah sebagai berikut:
  • Pengarahan (direction) yang mencakup pembuatan keputusan, kebijaksanaan, supervisi, dan lain-lain.
  • Rancangan organisasi dan pekerjaan.
  • Seleksi, pelatihan, penilaian, dan pengembangan.
  • Sistem komunikasi dan pengendalian.
  • Sistem reward. 
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukanya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang senima ahli, pengrajin, atau praktisi.Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.

2. Dalam suatu organisasi dalam melakukan sesuatu harus mempunyai pandangan kedepan,yaitu apa yang harus dilakukan dan apa tujuannya. Artinya dalam suatu organisasi harus mempunyai perencanaan dan tujuan yang harus dicapai. Karena jika tidak mempunyai perencanaan, organisasi tersebut tidak akan mempunyai arah.
3.                   3. Sosioteknologi adalah ilmu yang mngkaji dan memperhatikan perkembangan baru dunia teknologi dalam kehidupan sosial global yang semakin meningkat.Bersamaan dengan lahirnya postmodernisme, orang mulai meninggalkan pembagian Aristotelian dalam disiplin ilmu, contohnya dengan lahirnya kajian kompleksitas, teori pattern language dalam arsitektur dan lain-lainnya. 
4.                   4. Komponen-komponen
A. komponen organisasi,
B. komponen sosial,
C. komponen sistem informasi dan
D. komponen teknologi

Peranan Iptek Dalam Meningkatkan SDM di Indonesia

Contoh Makalah IPTEK – Seperti yang kita ketahui, teknologi kini telah merembes dalam kehidupan kebanyakan manusia bahkan dari kalangan atas hingga menengah kebawah sekalipun. Dimana upaya tersebut merupakan cara atau jalan di dalam mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat martabat manusia. Untuk mendayagunakan Iptek diperlukan nilai-nilai luhur agar dapat dipertanggungjawabkan. Rumusan 4 (empat) nilai luhur pembangunan Iptek Nasional yaitu Accountable, Visionary, Innovative dan Excellence. Disamping itu, Perkembangan Iptek bisa bermanfaat untuk kemajuan hidup Indonesia dan juga dapat memberikan dampak negatif. Maka, dalam perkembangan Iptek, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan IPTEK untuk menekan dampak negative iptek seminimal mungkin.
Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan IPTEK dalam rangka untuk mengolah SDA yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.Dimana dalam pengembangan IPTEK harus didasarkan terhadap moral dan kemanusiaan yang adil dan beradab,agar semua masyarakat mengecam IPTEK secara merata.Begitu juga diharapkan SDM nya bisa lebih baik lagi,apalagi banyak kemudahan yang kita dapatkan.Namun,berbanding terbalik dengan realita yang ada karena semakin canggih perkembangan teknologi,telah membuat masyarakat menjadi malas yang disebabkan oleh kemudahan-kemudahan yang ada tersebut.Ambil saja salah satu contoh perkembangan IPTEK dibidang telekomunikasi dimana zaman dahulu handphone itu sangat langka karena harganya yang mahal berbeda dengan sekarang harga handphone sudah sangat murah dan menjangkau lapisan menengah ke bawah.
Disatu sisi telah terjadi perkembangan yang sangat baik sekali di aspek telekomunikasi,namun pelaksanaan pembangunan IPTEK masih belum merata. Masih banyak masyarakat kurang mampu yang putus harapannya untuk mendapatkan pengetahuan dan teknologi tersebut.Hal itu dikarenakan tingginya biaya pendidikan yang harus mereka tanggung.Maka dari itu,pemerintah perlu menyikapi dan menanggapi masalah-masalah tersebut, agar peranan IPTEK dapat bertujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia yang ada.
Adapun Rumusan Masalah yang dapat penulis angkat yaitu bagaimana pelaksanaan dan pengembangan IPTEK di Indonesia serta apakah peranan IPTEK ditengah zaman yang semakin pesat dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia?
Pelaksanaan Dan Pengembangan Iptek Di Indonesia
Peradaban bangsa dan masyarakat dunia di masa depan sudah dipahami dan disadari akan berhadapan dengan situasi serba kompleks dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, sebut saja antara lain; cloning, cosmology, cryonics, cyberneties, exobiology, genetic, engineering dan nanotechnology. Cabang-cabang IPTEK itu telah memunculkan berbagai perkembangan yang sangat cepat dengan implikasi yang menguntungkan bagi manusia atau sebaliknya.
Untuk mendayagunakan Iptek diperlukan nilai-nilai luhur agar dapat dipertanggungjawabkan. Rumusan 4 (empat) nilai luhur pembangunan Iptek Nasional, yaitu :
1. Accountable, penerapan Iptek harus dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, lingkungan, finansial, bahkan dampak politis
2. Visionary, pembangunan Iptek memberikan solusi strategis dan jangka panjang, tetapi taktis dimasa kini, tidak bersifat sektoral dan tidak hanya memberi implikasi terbatas.
3. Innovative, asal katanya adalah “innovere” yang artinya temuan baru yang bermanfaat. Nilai luhur pembangunan Iptek artinya adalah berorientasi pada segala sesuatu yang baru, dan memberikan apresiasi tinggi terhadap upaya untuk memproduksi inovasi baru dalam upaya inovatif untuk meningkatkan produktifitas.
4. Excellence, keseluruhan tahapan pembangunan Iptek mulai dari fase inisiasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, implikasi pada bangsa harus baik, yang terbaik atau berusaha menuju yang terbaik.
Pesatnya kemajuan Iptek memerlukan penguasaan, pemanfaatan, dan kemajuan Iptek untuk memperkuat posisi daya saing Indonesia dalam kehidupan global.
Dampak Perkembangan Iptek Di Indonesia
1. Perkembangan Iptek disamping bermanfaat untuk kemajuan hidup Indonesia juga memberikan dampak negatif. Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan IPTEK untuk menekan dampaknya seminimal mungkin, antara lain :
• Menjaga keserasian dan keseimbangan dengan lingkungan setempat.
• Teknilogi yang akan diterapkan hendaknya betul-betul dapat mencegah timbulnya permasalahan di tempat itu.
• Memanfaatkan seoptimal mungkin segala sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada.
2. Dampaknya dalam :
a. Penyediaan Pangan
Perkembangan IPTEK dalam bidang pangan dimungkinkan karena adanya pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang pertanian terutama dalam peningkatan produktivitas melalui penerapan varitas unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pola tanaman dan pengairan. Namun di sisi lain perkembangan tersebut berdampak fatal, misalkan saja penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama ternyata dapat menyebabkan penyakit dalam tubuh manusia.
b. Penyediaan Sandang
• Pada awalnya bahan sandang dihasilkan dari serat alam seperti kapas, sutra, woll dan lain-lain
• Perkembangan teknologi matrial polimer menghasilkan berbagai serat sintetis sebagai bahan sandang seperti rayon, polyester, nilon, dakron, tetoron dan sebagainya
• Kulit sintetik juga dapat dibuat dari polimer termoplastik sebagai bahan sepatu, tas dan lain-lain
• Teknologi pewarnaan juga berkembang seperti penggunaan zat azo dan sebagainya.
c. Penyediaan Papan
• Teknologi papan bersangkut paut dengan penyediaan lahan dan bidang perencanaan seperti city planning, kota satelit, kawasan pemukiman dan sebagainya yang berkaitan dengan perkembangan penduduk
• Awalnya bahan pokok untuk papan adalah kayu selanjutnya dikembangkan teknologi matrial untuk mengatasi kekurangan kayu
• Untuk mengatasi kekurangan akan lahan dikembangkan teknologi gedung bertingkat, pembentukan pulau-pulau baru, bahkan tidak menutup kemungkinan pemukiman ruang angkasa.
d. Peningkatan Kesehatan
• Perkembangan Imu Kedeokteran seperti : ilmu badah dan lain-lain
• Penemuan alat-alat kedokteran seperti : stetoskup, USG, dan lain-lain
• Penemuan obat-obatan seperti anti biotik, vaksin dan lain-lain
• Penemuan radio aktif untuk mendeteksi penyakit secara tepat seperti tumor dan lain-lain
• Penelitian tentang kuman-kuman penyakit dan lain-lain.
e. Penyediaan Energi
• Kebutuhan akan energi
• Sumber-sumber energi
• Sumber energi konvensional tak dapat diperbaharui
• Sumber energi pengganti yang tak habis pakai
• Konversi energi dari satu bentuk kebentuk yang lain.
Kesimpulan
Dengan memperhatikan perkembangan dan kemajuan zaman dengan sendirinya pemanfaatan dan penguasaan IPTEK mutlak diperlukan untuk mencapai kesejahteraan bangsa. Visi dan misi IPTEK dirumuskan sebagai panduan untuk mengoptimalkan setiap sumber daya IPTEK yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah diberlakukan sejak 29 Juli 2002, merupakan penjabaran dari visi dan misi IPTEK sebagaimana termaksud dalam UUD 1945 Amandemen pasal 31 ayat 5, agar dapat dilaksanakan oleh pemerintah besrta seluruh rakyat dengan sebaik-baiknya. Selain itu pula perkembangan IPTEK di berbagai bidangdi tengah perkembangan zaman yang semakin pesat semestinya dapat meningkatkan kualitas SDM di tengah bermunculannya dampak negative dari adanya perkembangan IPTEK, sehingga diperlukan pemikiran yang serius dan mantap dalam menghadapi permasalahan dalam penemuan-penemuan baru tersebut.


sumber 
http://duniabaca.com/peranan-iptek-dalam-meningkatkan-sdm-di-indonesia.htm

BRAIN DRAIN SDM TI YANG TERSIA-SIAKAN

Sydney, Australia, 9 September 2007. Pan Mohamad Faiz, alumni Delhi Vishwavidyalaya yang berprofesi sebagai peneliti konstitusional di Mahkamah Konstitusi Indonesia menyampaikan makalahnya berjudul Brain Drain dan Sumber Daya Manusia Indonesia: Studi Analisa terhadap Reversed Brain Drain di India yang disampaikan pada Konferensi International Pelajar Indonesia (KIPI).
Pada makalah tersebut, Faiz mengidentifikasi fenomena brain drain yang umumnya terjadi di negara-negara berkembang. Faiz menguraikan problematika dan tantangan Indonesia dalam pengembangan SDM terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disebabkan oleh brain drain. Dan, pada akhir makalahnya, penulis menyuguhkan pola pengembangan SDM guna mencegah dan mengatasi efek negatif dari brain drain dengan melakukan studi analisa terhadap keberhasilan India dalam mewujudkan reversed brain drain khususnya di sektor TI.
Lebih lanjut Faiz menuliskan bahwa fenomena brain drain di Indonesia, walaupun hingga saat ini belum atau tidak terdapat data empiris, diperkirakan telah mencapai 5%. Jumlah ini bisa dikatakan cukup signifikan di tengah terpuruknya SDM Indonesia yang disertai kecilnya alokasi anggaran pendidikan yang hanya menyisihkan sebesar 11,8% dari APBN. (Anggaran pendidikan sebesar 20% baru akan direalisasikan pada APBN 2009 – red). Kondisi ini diperparah dengan alokasi anggaran riset dan teknologi yang tidak pernah mencapai angka 1% dari produk domestik bruto. Padahal, menurut analisa UNDP, angka tersebut merupakan anggaran minimum untuk terciptanya kemakmuran suatu bangsa.
Dihubungi HC lewat surat elektronik, Faiz memuji kualitas SDM TI di Indonesia. “SDM TI Indonesia sebenarnya cukup berkualitas, terbukti dari banyaknya tenaga TI kita yang dipercaya untuk memegang project-project besar di luar negeri,” kata Faiz memuji. “Hanya saja, mungkin kita sendiri yang belum menaruh perhatian lebih untuk bidang ini di dalam negeri, sehingga terkesan kita belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ia menambahkan.
Namun demikian, Faiz meyakinkan, “Seiring dengan pesatnya laju industri teknologi Asia, saya yakin bahwa pada waktunya nanti para TI-ers kita, khususnya yang berada di luar negeri akan membangun basis ICT di Indonesia dengan tangan-tangan terampil yang dimilikinya seiring dengan masuknya investasi global untuk bidang pengembangan TI di Indonesia.”
Faktor penarik dan pendorong disebutkan Faiz sebagai faktor utama penyebab brain drain di mayoritas negara berkembang, termasuk Indonesia. “Faktor penarik yang datang dari negera tujuan, misalnya memperoleh prospek ekonomi dan kehidupan yang lebih baik; tersedianya fasilitas pendidikan, penelitian, dan teknologi yang lebih memadai; kesempatan memperoleh pengalaman bekerja yang luas; tradisi keilmuan dan budaya yang tinggi,” Faiz menjelaskan.
Di matanya, faktor pendorong yang datang dari dalam negeri, antara lain adalah: rendahnya pendapatan dan fasilitas penelitian, tidak adanya kenyamanan dalam bekerja dan memperoleh kebebasan, keinginan untuk memperoleh kualifikasi dan pengakuan yang lebih tinggi, ekspektasi karier yang lebih baik, kondisi politik yang tidak menentu, serta diskriminasi dalam hal penentuan jabatan dan promosi.
Brain drain di Indonesia, dijelaskan Faiz, fenomenanya sudah berlangsung sejak lama tanpa disadari dan makin gencar sejak pemerintah tidak menuntaskan program pengiriman tenaga ahli Indonesia untuk menempuh pendidikan di luar negeri. Dari program ini, katanya, diharapkan dapat mempercepat pengembangan industri teknologi di Tanah Air.
“Banyak tenaga ahli kita yang kini menetap atau bekerja di luar negeri tanpa pendataan yang tidak jelas. Akhirnya, SDM kita yang berkualitas menjadi tersia-siakan,” ujar Faiz menyesalkan. Belum lagi, tambahnya, sekarang gelombang pekerja profesional dan pelajar dari Indonesia yang berangkat ke luar negeri semakin deras. Jika tidak terencana dengan terarah dan seksama, baik dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia, tidak mustahil kita akan kesulitan menangani efek negatif dari brain drain.
Setiap fenomena sejatinya diawali dengan sebuah tanda lalu sinyal yang harus diwaspadai agar Indonesia tidak kehilangan potensi SDM TI-nya yang memilih berkreasi di negara lain. “Menilik pengalaman bangsa lain, potensi SDM di dalam negeri akan sulit berkembang apabila tidak terdapat atmosfer pengembangan ilmu dan teknologi yang memadai,” tutur Faiz.
Ketika Indonesia belum banyak menciptakan produk TI tingkat tinggi, ungkap Faiz, di saat yang bersamaan gempuran produk TI berikut ahlinya mulai merambah masuk ke tiap bidang pekerjaan di Tanah Air. Akhirnya, baik tenaga TI maupun produk TI asal Indonesia sulit berkembang dan bersaing di pasaran. “Inilah yang harus menjadi catatan penting bagi kita,” katanya mengingatkan.
Di samping itu, Faiz menganjurkan kepada para profesional di bidang ini untuk belajar sebanyak mungkin dari negara-negara super lainnya. Menurutnya, tatkala sudah cukup “mencuri” ilmu dari mereka, pengembangan laboratorium TI di dalam negeri menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. “Saya rasa dengan jumlah populasi dan konsumen Indonesia yang begitu dahsyat, akan banyak investor yang berani menginvestasikan dananya di Indonesia,” katanya yakin.
Hanya saja, pemerintah harus pintar-pintar memilahnya, sehingga jangan sampai mematikan produk domestik sendiri. “Jika laboratorium ini mulai bermunculan, saya yakin SDM TI kita di luar negeri dalam waktu yang tidak lama akan kembali ke Tanah Air tanpa harus meninggalkan jejak dan jaringan yang sudah dibangun di tempat mereka bekerja di luar negeri. Generasi selanjutnyalah yang kemudian menggantikan posisi mereka di luar negeri, begitu seterusnya seperti suatu sirkulasi regenerasi pengembangan TI dari dalam-luar-dalam negeri,” paparnya.
Untuk mencapai target tersebut, Faiz menguraikan strateginya menarik kembali SDM TI lokal yang punya potensi untuk mendedikasikan dirinya bagi pengembangan TI di Indonesia. “Dalam hal ini kerja sama antara pemerintah, universitas, dan tempat pelatihan TI menjadi syarat mutlak. Mereka yang unggul di kelasnya masing-masing dapat dijadikan proyek embrio pengembangan TI,” kata Faiz menyarankan.
Yang ia sayangkan, kadangkala setelah mampu melewati tahapan tersebut, political will dari pemerintah kurang mendukung. Ratusan teknologi jadi dan siap pakai karya anak bangsa seringkali dinomorsekiankan hanya karena ada teknologi asing yang dianggap lebih baik mutu dan kelasnya. “Untuk itu revitalisasi arah dan pemikiran para pemimpin kita harus pula dilakukan agar nantinya mampu memfasilitasi dan menopang kualitas SDM TI Nusantara yang telah terbukti berhasil menciptakan beragam produk unggulan,” tuturnya.
Dan, tampaknya masalah SDM TI di Indonesia mulai mendapat angin segar dari pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Riset dan Teknologi lewat program mendukung kemajuan teknologi Indonesia. Kusmayanto Kadiman, Menteri Negara Riset dan Teknologi RI saat ini menyatakan optimismenya dengan bahasa yang bersemangat. “Saya percaya Indonesia hebat,” kata menteri yang akrab disapa KK ini optimis. (RS)

sumber:
http://panmohamadfaiz.com/2009/03/26/wawancara-oleh-human-capital-brain-drain-sdm-ti-yang-tersia-siakan/

Pengembangan SDM Kanwil Depag Provinsi NTB

Latar Belakang
Keberadaan manusia dalam organisasi memiliki posisi yang sangat vital. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang bekerja didalamnya. Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut kemampuan mereka dalam menangkap fenomena perubahan tersebut, menganalisa dampaknya terhadap organisasi dan menyiapkan langkah-langkah guna menghadapi kondisi tersebut. Menyimak kenyataan diatas maka peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak hanya sekedar administratif tetapi justru lebih mengarah pada bagaimana mampu mengembangkan potensi sumber daya manusia agar menjadi kreatif dan inovatif.
Seiring dengan persaingan yang semakin tajam karena perubahan teknologi yang cepat dan lingkungan yang begitu drastis pada setiap aspek kehidupan manusia maka setiap organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompentensi agar dapat memberikan pelayanan yang prima dan bernilai. Dengan kata lain organisasi tidak hanya mampu memberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction) tetapi juga berorientasi pada nilai (customer value). Sehingga organisasi tidak semata-mata mengejar pencapaian produktifitas kerja yang tinggi tetapi lebih pada kinerja dalam proses pencapaiannya. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan kunci pencapaian produktivitas. Karena kinerja adalah suatu hasil dimana orang-orang dan sumber daya lain yang ada dalam organisasi secara bersama-sama membawa hasil akhir yang didasarkan pada tingkat mutu dan standar yang telah ditetapkan. Konsekuensinya, organisasi memerlukan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan kemampuan yang unik sesuai dengan visi dan misi organisasi.
Pengembangan SDM berbasis kompetensi dilakukan agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Kompentensi menyangkut kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai dengan perannnya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki karyawan secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan mampu mendukung setiap perubahan yang dilakukan manajemen. Dengan kata lain kompentensi yang dimiliki individu dapat mendukung system kerja berdasarkan tim.
Sumberdaya Manusia Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat yang berada di tengah-tengah masyarakat dinamis, harus lebih mampu memberi berbagai pelayanan sesuai dengan kebutuhan yang dituntut masyarakat. Pentingnya peran aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan dan menunjang keberhasilan pembangunan telah mendorong berbagai upaya kearah langkah penyempurnaan. Berkaitan dengan hal ini aparatur Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat menghadapi tugas ganda, yakni di satu pihak aparatur harus mampu melakukan kiat-kiat strategis dalam rangka memberikan yang lebih baik kepada masyarakat (outward looking), dan di lain pihak aparatur harus mampu meningkatan kompetensi dalam lingkungannya (inward looking).
Akan tetapi, meskipun suatu organisasi sudah berusaha untuk mengembangkan sumber daya manusianya, namun apabila didalam diri manusia/individu itu sendiri tidak ada motivasi untuk maju dan berkembang, maka upaya yang telah ditempuh organisasi akan sia-sia, kinerja yang ditampilkan akan buruk, akan sering terjadi pemborosan dalam financial organisasi akibat kesalahan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam pekerjaan.
Fenomena atau gejala menurunnya etos kerja, yaitu kurangnya pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang kurang baik dan dapat dengan mudah terlihat dalam praktek penyelenggaraan urusan kepegawaian, urusan penyelenggaraan haji, dan pelayanan lainnya di Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat yang menunjukkan gejala kurangnya kompetensi mereka, misalnya dalam bidang pengetahuan, pada umumnya pejabat tidak menguasai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang tugasnya, sehingga ketika dihadapkan pada suatu masalah, penyelesaian yang dilakukan tidak berdasarkan prosedur yang berlaku, cenderung ditafsirkan menurut kehendak masing-masing. Contohnya banyak penyelia yang kebingungan karena ketidaktahuan mereka tentang prosedur dan urutan-urutan dalam memberikan teguran atas pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh bawahan sehingga dalam penyelesaian masalah menjadi berlarut-larut.
Dalam aspek keterampilan, hampir sebahagian pejabat tidak menguasai komputer dengan menggunakan berbagai perangkat lunak seperti Microsoft office dan aplikasi internet, sehingga tidak memiliki akses terhadap sumber-sumber informasi yang seharusnya mudah didapatkan melalui website. Padahal Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat sudah tersedia laboraturium computer dan internet di setiap unit kerja.
Selanjutnya aspek sikap dan perilaku yang kurang baik seperti jarang memberikan penghargaan terhadap kinerja dan prestasi yang dibuat oleh anggota unit kerja, kurang bisa mengarahkan orang lain, kurang bisa menjadi pendengar yang baik dan berempati pada bawahan, mudah terpancing, stres jika ada masalah, kurang percaya diri, kurang bisa memberi instruksi dengan tepat dan jelas untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Selanjutnya yang menyebabkan tidak beresnya pekerjaan adalah kurangnya rasa tanggungjawab. Contohnya apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak berada ditempat kerja, maka para karyawan tidak akan betah berada ditempat kerja dan biasanya pulang kerja lebih awal dari waktu yang sudah di tentukan. Hal ini mengakibatkan para karyawan lainnya tidak bersemangat untuk tetap tinggal di kantor, tentu saja klien yang hendak mendapatkan pelayanan harus menunggu lagi sampai esok harinya.
Berdasarkan masalah diatas, penulis tertarik memfokuskan masalah pada :
“Bagaimana Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi Sebagai Perubahan Peningkatan Kinerja Organisasi Pada Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat”.
Faktor Pendorong Perubahan
Kekuatan Eksternal
Wibowo (2007 : 77) terdapat empat kekuatan pendorong perubahan eksternal sebagai berikut :
  1. Demographic Characteristic (karakteristik demografis)
    unsur demografis antara lain adalah umur, pendidikan, tingkat keterampilan, gender, migrasi, dan lain-lain. Dimana sekarang terdapat kecenderungan bahwa tenaga kerja semakin beragam, dan terdapatnya bisnis penting yang dapat mengelola secara efektif;
  2. Technological Advancements (kemajuan teknologi)
    baik organisasi manufaktur maupun jasa semakin meningkat dalam menggunakan teknologi sebagai alat untuk memperbaiki produktivitas dan market competitiveness;
  3. Market Changes (perubahan pasar)
    organisasi harus belajar bagaimana menciptakan kerja sama yang saling mengguntungkan dengan organisasi lain (win-win relationship) jika ingin survive dalam dunia luas yang penuh dengan restrukturisasi, aliansi dan partnership;
  4. Social and Political Pressures (tekanan sosial dan politik)
    adanya nilai-nilai yang harus dipertahankan, maupun tipologi kepemimpinan.
Kekuatan Internal
Kekuatan internal datang dari dalam organisasi. Yaitu hal-hal sebagai berikut :
  1. Human Resources Problem/Prospects (problem/prospek SDM)
    masalah ini timbul karena persepsi pekerja tentang bagaimana karyawan diperlakukan di tempat kerja dan kecocokan antara kebutuhan dan keinginan individu dan organisasi. Ketikpuasan pekerja terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan dan tidakpuasan kerja;
  2. Managerial Bahavior/Decision (perilaku/keputusan manajerial)
    konflik antara manajer dan bawahan merupakan tanda bahwa perubahan diperlukan.
PENGEMBANGAN SDM BERBASIS KOMPETENSI
Pengertian Kompetensi
Kompetensi didefinisikan (Mitrani et.al, 1992; Spencer and Spencer,1993) sebagai underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion-referenced effective and or superior performance in a job or situasion. Atau karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannnya. Berangkat dari pengertian tersebut kompentensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan motif kompentensi dapat diperoleh pada saat proses seleksi.
Selanjutnya menurut Spencer and Spencer (1993) kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu “threshold competencies” dan “differentiating compentencies”. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata. Sedangkan “differentiating competiencies” adalah factor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Misalnya seorang dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti pada tataran “threshold competencies”, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori “differentiating competencies”.
Manfaat Kompentensi
Mengacu pada pendapat Ryllat,et.al;1993 kompentensi memberikan beberapa manfaat kepada karyawan dan organisasi.
  1. Karyawan :
  • Kejelasan relevansi pembelajaan sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer ketrampilan, nilai, dari kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karier;
  • Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses setifikasi nasional berbasis standar yang ada;
  • Penempatan sasaran sebagai sarana pengembangan karier;
  • Kompetensi yang ada sekarang dan manfaatnya akan dapat memberikan nilai tambah pada pembelajaran dan pertumbuhan;
  • Pilihan perubahan karier yang lebih jelas . Untuk berubah pada jabatan baru, seseorang dapat membandingkan kompetensi mereka sekarang dengan kompetensi yang diperlukan untuk jabatan baru. Kompetensi baru yang dibutuhkan mungkin hanya berbeda 10% dari yang telah dimiliki;
  • Penilaian kinerja yang lebih obyektif dan umpan balik berbasis standar kompetensi yang ditentukan dengan jelas;
  • Meningkatnya ketrampilan dan ‘marketability’ sebagai karyawan.
2. Organisasi
  • Pemetaan yang akurat mengenai kompetensi angkatan kerja yang ada yang dibutuhkan;
  • Meningkatnya efektifitas rekrutmen dengan cara menyesuaikan kompetensi yang diperlukan dalam pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar;
  • Pendidikan dan Pelatihan difokuskan pada kesenjangan ketrampilan dan persyaratan ketrampilan dan persyaratan ketrampilan yang lebih khusus;
  • Akses pada Pendidikan dan Pelatihan yang lebih efektif dari segi biaya berbasis kebutuhan organisasi dan identifikasi penyedia Pendidikan dan Pelatihan internal dan eksternal berbasis kompetensi yang diketahui;
  • Pengambil keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan telah memiliki ketrampilan yang akan diperoleh dalam Pendidikan dan Pelatihan;
  • Penilaian pada pembelajaran sebelumnya dan penilaian hasil Pendidikan dan Pelatihan akan lebih reliable dan konsisten;
  • Mempermudah terjadinya perubahan melalui identifikasi kompetensi yang diperlukan untuk mengelola perubahan.
Model Kompetensi
Model kompetensi yang dikaitkan dengan strategi manajemen sumber daya manusia dimulai pada saat rekruitmen, seleksi, penempatan sampai dengan pengembangan karier pegawai sehingga pengembangan kompentensi pegawai tidak merupakan aktifitas yang “instant”. Sistem rekrutmen dan penempatan pegawai yang berbasis kompetensi perlu menekankan kepada usaha mengidentifikasikan beberapa kompetensi calon pegawai seperti inisiatif, motivasi berprestasi dan kemampuan bekerja dalam tim. Usaha yang dilakukan adalah menggunakan sebanyak mungkin sumber informasi tentang calon sehingga dapat ditentukan apakah calon memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Metode penilaian atas calon yang dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti wawancara perilaku(behavioral event review) tes, simulasi lewat assessment centers, menelaah laporan evaluasi kinerja atas penilaian untuk promosi atau ditetapkan pada suatu pekerjaan berdasarkan atas rangking dari total bobot skor berdasarkan criteria kompetensi. Karyawan yang dinilai lemah pada aspek kompetensi tertentu dapat diarahkan untuk kegiatan pengembangan kompetensi tertentu sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerjanya.
Kompetensi Yang Dibutuhkan
Menilik dalam organisasi ada tiga tingkatan manajemen dimana pada posisi yang paling atas biasa disebut eksekutif kemudian manajer selanjutnya adalah karyawan tentunya kompetensi yang dibutuhkan berbeda satu dengan yang lainnya, paling tidak dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Tingkat Eksekutif
Pada tingkatan eksekutif diperlukan kompetensi yang berkaitan dengan strategic thingking’ dan change leadership management. Strategic thingking adalah kompetensi untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang begitu cepat, melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat mengidentifikasikan “strategic response” secara optimum. Sedang change leadership adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dan dapat mentransformasikan kepada pegawai.
Tingkat Manajer
Pada tingkat manajer kompentensi yang diperlukan meliputi aspek-aspek fleksibilitas, change implemention, interpersonal understanding and empowering. Aspek fleksibilitas adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial; apabila strategi perubahan organisasi diperlukan untuk efektifitas pelaksanaan tugas organisasi. Dimensi “interpersonal understanding” adalah kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia. Aspek pemberdayaan adalah kemampuan mengembangkan karyawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik, menyatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja.
Tingkat Karyawan
Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti fleksibilitas, menggunakan dan mencari berita, motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi, motivasi kerja di bawah tekanan waktu, kolaborasi, dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.
Dimensi fleksibilitas adalah kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai ancaman. Aspek mencari informasi, motivasi dan kemampuan belajar adalah kompetensi tentang antusiasme untuk mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis keahlian teknis dan interpersonal. Dimensi motivasi berprestasi adalah kemampuan untuk mendorong inovasi;perbaikan berkelanjutan dalam kualitas da produktifitas yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan kompetensi.
Aspek motivasi kerja dalam tekanan waktu merupakan kombinasi fleksibilitas, motivasi berprestasi, menahan stress, dan komitmen organisasi yang membuat individu bekerja dengan baik dibawah permintaan produk-produk baru walaupun dalam waktu yang terbatas. Dimensi kolaborasi adalah kemampuan bekerja secara kooperatif di dalam kelompok yang multi disiplin; menaruh harapan positif kepada yang lain, pemahaman interpersonal dan komitmen organisasi.
Sedangkan dimensi yang terakhir untuk karyawan adalah keinginan yang besar untuk melayani pelanggan dengan baik; dan inisiatif untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pelanggan.
Pendidikan Dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PPBK)
Proses perubahan yaitu dengan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi, seperti dikatakan oleh Greenberg dan Baron (Wibowo, 80. 2007)
“terdapat beberapa faktor yang merupakan kekuatan di belakang kebutuhan akan perubahan. mereka memisahkan antara perubahan terencana dan perubahan tidak terencana. Perubahan terencana adalah aktivitas yang dimaksudkan dan diarahkan dalam sifat dan desainnya untuk memenuhi beberapa tujuan organisasi. Sementara itu, perubahan tidak terencana merupakan pergeseran dalam aktivitas organisasi karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, diluar kontrol organisasi”.
Menurut mereka juga kekuatan dalam perubahan terencana yang dihadapi organisasi disebutkan sebagai berikut :
  1. Changes in product or service;
  2. Changes organizasional size and strukture;
  3. Changes in administrative system;
  4. Introduction of new technologi.
Wibowo (96.2007) Proses mengubah orang tidak mudah. Akan tetapi, langkah dasarnya adalah melalui unfreezing (pencairan), changing (perubahan), dan refreezing (pembekuan kembali). Apabila proses pencairan telah selesai, mereka sudah siap untuk menerima dan melakukan perubahan, barulah proses perubahan (changing) yaitu pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi -PPBK dijalankan.
Pendidikan dan Pelatihan Berbasis pada Kompetensi-PPBK (competency-based education and or training) merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan SDM yang berfokus pada hasil akhir (outcome). PPBK merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan. Oleh karena itu PPBK sangat fleksibel dalam proses kesempatan untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara. Tujuan utama PPBK adalah :
  1. Menghasilkan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan;
  2. Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah dicapai dan sertifikasi.
Hasil PPBK hendaknya dihubungkan dengan kebutuhan :
  • Standar kompetensi yang akan diberikan;
  • Program Pendidikan dan Pelatihan didasarkan atas uraian kerja;
  • Kebutuhan multi-skilling;
  • Alur karir (career path).
Terdapat 9 prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan PPKB (Rylatt,1993) :
  1. Bermakna, praktek terbaik (Meaningful, best practice)
  2. Hasil pembelajaran (Acquisition of lerning) Salah satu perbedaan antara PPBK dan Pendidikan dan Pelatihan tradisional adalah hasil pembelajaran, bukan penyampaian Pendidikan dan Pelatihan. Dalam PPBK, kita hanya memperhatikan dan berfokus pada apabila orang yang dilatih memperoleh kompetensi yang diharapkan dan bukan bagaimana mereka memperolehnya. Proses pembelajaran yang dipergunakan lebih berfokus pada perbantuan dan fasilitasi untuk mereka belajar dan ketrampilan yang dipelajari akan lebih mudah diadaptasikan;
  3. Feksibel (Fleksible) Sebagai suatu hasil keprihatinan atas penguasaan pembelajaran, maka dewasa ini cara orang belajar sangat fleksibel. Pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode dari industri, membaca dan cara belajar lainnya baik formal maupun informal. Fleksibilitas memberikan peluang orang belajar berbasis informal, sepanjang mereka dapat menunjukkan kemampuan (competence). Pembelajaran mandiri oleh seseorang dimungkinkan akan divalidasi melalui suatu proses penelusuran dan uji kompetensi;
  4. Mengakui pengalaman belajar sebelumnya (Recognizes perior learning) PPBK mengakui pengalaman belajar yang diperoleh sebelumnya yang mempunyai relevansi sebelum mereka mengikuti uji kompetensi. Pengakuan ini akan dan memudahkan serta lebih fleksibel bagi mereka mengikuti Pendidikan dan Pelatihan. Seseorang tidak dituntut harus mengikuti Pendidikan dan Pelatihan dari awal sampai Akhir, tetapi bila mereka mampu mengikuti dan lulus ujian kompetensi, mereka berhak memperoleh kelulusan dan kualifikasi;
  5. Tidak didasarkan atas waktu (Not time based) Proses Pendidikan dan Pelatihan ini tidak dibatasi oleh waktu. Suatu program Pendidikan dan Pelatihan didapat diselesaikan berbasis waktu yang fleksibel. Perbedaan kemampuan individu sangat diperhatikan;
  6. Penilaian yang disesuaikan (Appropriate assessment) PPBK sangat memperhatikan kemampuan memperagakan kompetensi, oleh karena itu perlu bagi setiap orang dinilai untuk menentukan apakah mereka kompeten untuk memperoleh kualifikasi yang diperolehnya akan mampu melaksanakan pekerjaan dan tugasnya;
  7. Monitoring dan evaluasi (On-going monitoring and evaluation) Monitoring dan evaluasi PPBK, mutlak diperlukan mulai dan masukan, proses sampai pada keluaran, yang hasilnya dihubungkan dengan standar nasional untuk memperoleh pengalaman (accareditation);
  8. Konsistensi secara nasional Umumnya Pendidikan dan Pelatihan kejuruan dilakukan oleh penyedia jasa Pendidikan dan Pelatihan atau diklat perusahaan. Setiap penyedia jasa Pendidikan dan Pelatihan mempunyai cara dan teknik tersendiri dalam proses Pendidikan dan Pelatihan. Hal ini berdampak tidak konsistennya ketrampilan dan pengetahuan diantara peserta Dalam melakukan pekerjaan yang sama. PPBK berlandaskan pada penampilan Kompetensi yang secara nasional konsisten dengan kebutuhan industri. Hasilnya Orang mengikuti Pendidikan dan Pelatihan dari suatu tempat dapat diterima di tempat lain dan menjadi tenaga kerja yang dapat dipekerjakan secara nasional;
  9. Akreditasi pembelajaran Suatu sistim akriditasi yang konsisten secara nasional diantara penyedia jasa Pendidikan dan Pelatihan, misalnya penyedia Pendidikan dan Pelatihan kejuruan (baku) kurikulum yang dipergunakan harus memperoleh pengakuan dan badan atau instansi yang berkompeten.
Hambatan dalam perubahan tersebut adalah :
Seperti dikatakan Peter M. Senge (dalam Wibowo : 190 ; 2007) mengingatkan bahwa Drucker mengidentifikasi adanya hambatan untuk melakukan perubahan, yaitu :
  1. Demografis, perubahan memerlukan waktu yang relatif panjang, namun banyak manajer tidak sabar mempertimbangkan untuk menunggu perubahan;
  2. lingkungan dan Sosial;
  3. Persepsi terhadap Revolusi Informasi
    Implikasi dari hambatan terhadap persepsi tentang informasi adalah sebagai berikut : a) semua organisasi harus belajar tentang bagaimana menerima perubahan; b) banyak pengembangan yang mengejutkan; c) pemimpin harus belajar menciptakan kesdiaan menerima perubahan dengan meninggalkan cara kerja yang lama dan usang.
Hambatan kebanyakan datang dari dalam organisasi (Uyung Sulaksana, 141 : 2004) antara lain :
  • Semua orang memandang perubahan segagai tujuan ketimbang sebagai sebuah proses yang memerlukan perencanaan, persiapan, manajemen proyek dan perhatian yang konsisten.
  • Visi tentang tujuan jangka pendek maupun jangka panjamh tidak jelas.
  • Peninggalan program perubahan organisasi sebelumnya yang gagal karena penanganan buruk menciptakan budaya skeptis dan cenderung menghindari resiko.
  • Gagal memberikan dukungan, pelatihan dan keterampilan yang diperlukan yang memungkinkan karyawan mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri atas perubahan organisasi.
  • Kurangnya komunikasi menyangkat perubahan termasuk, misalnya memberi informasi pada karyawan terlalu bertahap, yang berisiko tumbuh-kembangnya gosip-gosip.
  • Terlalu memfokuskan upaya perubahan secara sempit pada satu aspek organisasi dan mengabaikan keterkaitannya pada kehidupan organisasi.
Proses Sistim Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi
Salah satu model PPBK yang sederhana dan banyak dipergunakan adalah model 5 tahap yang dikembangkan oleh Dubois, 1996. Model tersebut dirancang untuk peningkatan kompentensi karyawan yang dapat dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada agar dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan. Untuk mencapai hasil yang optimal pada PPBK hendaknya diperhatikan faktor yang dapat berpengaruh pada hasil akhir Pendidikan dan Pelatihan. Faktor-faktor ini antara lain, keselarasan tujuan program dengan kebutuhan dan kebijakan organisasi, dukungan dan anggaran dari manajemen; kurikulum; peserta didik dan latih; instruktur, metode dan teknik penyampaian, sarana dan prasarana, manajemen dan administrasi, litbang, sosialisasi program dan evaluasi program.
Kesimpulan
Adanya transformasi peran SDM dari professional manjadi strategik menuntut adanya pengembangan SDM berbasis kompentensi agar kontribusi kinerja SDM terhadap organisasi menjadi jelas dan terukur. Mengingat program pengembangan SDM adalah program yang berkesinambungan maka dalam pelaksanaannya diperlukan proses pembelajaran yang berkelanjutan agar dapat mendukung keberhasilan peningkatan kinerja organisasi.
Kompetensi merupakan salah satu unsur penentu upaya peningkatan kinerja organisasi dan penyediaan tenaga kerja yang memberikan perspektif yang lebih tajam dan spesifik terhadap pekerja dan pekerjaannya. Peningkatan kinerja SDM yang pertama dengan memperbaiki system dan lingkungan kerja sedang yang kedua melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompentensinya. Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PPBK) adalah sistem pendidikan dan pelatihan yang menawarkan upaya peningkatan kinerja SDM dan organisasi melalui kompetensi yang dapat menciptakan karyawan dengan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan pekerjaan.
Upaya pengembangan SDM melalui PPBK hendaknya diperlukan dukungan dan pertimbangan-pertimbangan seperti :
  1. Komitmen yang tinggi dari manajemen dan penyediaan anggaran atas pembinaan SDM yang berkesinambungan.
  2. Terpeliharanya keselarasan antara kebutuhan pendidikan dan pelatihan dan kebutuhan organisasi.
  3. Seleksi peserta didik dan latih, professionalism instruktur, metode, sarana dan prasarana yang memadai dapat mendukung pengembangan SDM. Pengembangan SDM yang berbasis kompentensi dapat membantu organisasi memiliki manajer yang dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan tepat dan akan memiliki pegawai yang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk keberhasilan organisasi.
Akhirnya, kompenensi apa yang seharusnya dimiliki dan dikembangkan oleh organisasi terhadap anggotanya sepenuhnya tergantung dari visi dan misi organisasi yaitu Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat yang bersangkutan dengan tetap melihat budaya organisasi.
Heraclitus pernah berkata, “tidak ada perubahan yang abadi kecuali perubahan itu sendiri“. semoga bermanfaat..s7
DAFTAR PUSTAKA
Mitrani,A,Daziel, M. And Fitt, D. “Competency Based Human Resource Management: Value-Driven Strategies for Recruitment, Development and Reward”, Kogan Page Limited:London, 1992.
Sulaksana, Uyung (2004), Manajemen Perubahan, Pustaka Pelajar, Jogjakarta
Spencer,M.Lyle and Spencer,M.Signe, “Competence at Work:Models for Superrior Performance”, John Wily & Son,Inc,New York,USA,1993
Wibowo, Prof, Dr. (2007), Manajemen Perubahan, edisi kedua, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta

sumber: http://sulaiman.blogdetik.com/category/pengembangan-sdm/

Pelatihan dan Pengembangan SDM

Pendahuluan
”The only way we can beat the competition is with people” demikian kata Robert J. Eaton, chief executive officer (CEO) Chyster Corporation, produsen mobil terkemuka di Amirika Serikat. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa meskipun kita dewasa ini berada di era teknologi canggih, peran SDM dalam menentukan keberhasilan organisasi atau perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja.
Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang mengendalikan yang lain.
Membicarakan sumberdaya manusia tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan atau proses manajemen lainnya seperti strategi perencanaan, pengembangan manajemen dan pengembangan organisasi. Keterkaitan antara aspek-aspek manajemen itu sangat erat sekali sehingga sulit bagi kita untuk menghindari dari pembicaraan secara terpisah satu dengan lainnya.
Pelatihan dan pengembangan SDM menjadi suatu keniscayaan bagi organisasi, karena penempatan karyawan secara langsung dalam pekerjaan tidak menjamin mereka akan berhasil. Karyawan baru sering sering merasa tidak pasti tentang peranan dan tanggung jawab mereka. Permintaan pekerjaan dan kapasitas karyawan haruslah seimbang melalui program orietasi dan pelatihan. Keduanya sangat dibutuhkan. Sekali para karyawan telah dilatih dan telah menguasai pekerjaannya, mereka membutuhkan pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan tanggung jawab mereka di masa depan. Ada kecenderungan yang terus terjadi, yaitu semakin beragamnya karyawan dengan organisasi yang lebih datar, dan persaingan global yang meningkat, upaya pelatihan dan pengembangan dapat menyebabkan karyawan mampu mengembangankan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya yang lebih besar.
Pengertian Pelatihan dan Pengembangan
Wexley dan Yukl (1976 : 282) mengemukakan : “training and development are terms reffering to planned efforts designed facilitate the acquisiton of relevan skills, knowledge, and attitudes by organizational members”.
Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula : “development focusses more on improving the decision making and human relation skills of middle and upper level management, while training involves lower level employees and the presentation of more factual and narrow subject matter”
Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi.
Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Pengertian pelatihan dan pengembangan pegawai, dikemukakan oleh Adrew E. Sikula (1981 : 227) “training is short-terms educational procces utilizing a systematic and organized procedure by which nonmanagerial personnel learn technical knowlegde and skills for a definite purpose. Development, in reference to staffing and personnel matters, is a long-terms educational process utilizing a systematic and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and theoritical knowledge for general purpose”.
Istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation.
Mariot Tua Efendi H (2002) latihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai.
Selanjutnya mariot Tua menambahkan pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.
Sjafri Mangkuprawira (2004) pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Sedangkan pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas. Dapat berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa depan. Pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih pokok adalah pada pengembangan manajemen. Dengan kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan mendatang, tetapi pada pemenuhan kebutuhan organisasi jangka panjang.
Rasionalisasi Pelatihan dan Pengembangan
Secara pragmatis program pelatihan dan pengembangan memiliki dampak positif baik bagi individu maupun organisasi. Smith (1997) menguraikan profil kapabilitas individu berkaitan dengan skill yang diperoleh dari pelatihan dan pengembangan. Seiring dengan pengusaan keahlian atau keterampilan penghasilan yang diterima individu akan meningkat. Pada akhirnya hasil pelatihan dan pengembangan akan membuka peluang bagi pengembangan karier individu dalam organisasi.
Dalam konteks tersebut peningkatan karier atau promosi ditentukan oleh pemilikan kualifikasi skill. Sementara dalam situasi sulit dimana organisasi cenderung mengurangi jumlah karyawannya, pelatihan dan pengembangan memberi penguatan bagi individu dengan memberi jaminan job security berdasarkan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan organisasi.
  1. Training and devolopment has the potensial to improve labour productivity;
  2. Training and devolopment can improve quality of that output, a more highly trained employee is not only more competent at the job but also more aware of the significance of his or her action;
  3. Training and development improve the ability of the organisation to cope with change; the succesful implementation of change wheter technical (in the form of new technologies) or strategic (new product, new markets, etc) relies on the skill of the organisation’s member.(smith dalam prinsip-prinsip manajemen pelatihan, Irianto jusuf, 2001).
Disaat kompetisi antar organisasi berlangsung sangat ketat, persoalan produktivitas menjadi salah satu penentu keberlangsungan organisasi disamping persoalan kualitas dan kemampuan karyawan. Program pelatihan dan pengembangan SDM dapat memberi jaminan pencapaian ketiga persoalan tersebut pada peringkat organisasional.
Gejala Pemicu Pelatihan dan Pengembangan
Terdapat beberapa fenomena organisasional yang dapat dikategorikan sebagai gejala pemicu munculnya kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Tidak tercapainya standar pencapaian kerja, karyawan tidak mampu melaksanakan tugasnya, karyawan tidak produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan menurun adalah beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi daam organisasi.
Gejala yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut menurut Blanchard and Huszczo (1986) mencontohkan terdapat tujuh gejala utama dalam organisasi yang membutuhkan penanganan yaitu :
  1. Low productivity;
  2. High absenteeism;
  3. High turnover;
  4. Low employee morale;
  5. High grievances;
  6. Strike;
  7. Low profitability.
Hubungan Faktor-Faktor penyebab dan Gejala Organisasional
Ketujuh gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam organisasi yang dapat disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi : kegagalan dalam memotivasi karyawan, kegagalan organisasi dalam memberi sarana dan kesempatan yang tepat bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan organisasi memberi pelatihan dan pengembangan secara efektif kepada karyawan.
Dalam situasi itulah program pelatihan sangat mengandalkan training need analysis ( TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan. Dan merorientasi kepada pengembangan karyawan meliputi :
  1. Adanya pegawai baru, Memberikan orintasi pekerjaan atau tugas pokok organisasi kepada pegawai yang baru direkrut sebelum yang bersangkutan ditempatkan pada salah satu unit organisasi;
  2. Adanya peralatan kerja baru, Mempersiapkan pegawai dalam penggunaan peralatan baru dengan teknologi yang lebih baru, sehingga tidak terjadi adanya kecelakaan kerja dan meningkatkan efesiensi kerja;
  3. Adanya perubahan sistem manajemen/administrasi birokrasi, Mempersipakan pegawai dalam melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem yang baru dibangun;
  4. Adanya standar kualitas kerja yang baru, Mempersiapkan pegawai dalam melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem yang baru dibangun;
  5. Adanya kebutuhan untuk menyegarkan ingatan , Memberikan nuansa baru/penyegaran ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki;
  6. Adanya penurunan dalam hal kinerja pegawai, Meningkatkan kualitas kinerja pegawai sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategis;
  7. Adanya rotasi/relokasi pegawai, Meningkatkan pegawai dalam menghadapi pekerjaan dan situasi kerja yang baru
Tahapan Perencanaan Pelatihan
  1. Analisis Kebutuhan Pelatihan (training need analysis)
    pada tahap pertama organisasi memerlukan fase penilaian yang ditandai dengan satu kegatan utama yaitu analsis kebutuhan pelatihan. Terdapat tiga situasi dimana organisasi diharuskan melakukan analisis tersebut : yaitu : performance problem, new system and technology serta automatic and habitual training.
    Situasi pertama, berkaitan dengan kinerja dimana karyawan organisasi mengalami degradasi kualitas atau kesenjangan antara unjuk kerja dengan standar kerja yang telah ditetapkan.
    Situasi kedua, berkaitan dengan penggunaan komputer, prosedur atau teknologi baru yang diadopsi untuk memperbaiki efesiensi operasional perusahaan.
    Situasi ketiga, berkaitan dengan pelatihan yang secara tradisional dilakukan berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu misalnya kewajiban legal seperti masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
    TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk menetukan apa sebetulnya kabutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu organisasi dalam menggunakan sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus menghindari kegatan pelatihan yang tidak perlu.
    TNA dapat pula dipahami sebagai sebuah investigasi sistematis dan komprehensif tentang berbagai masalah dengan tujuan mengidentifikasi secara tepat beberapa dimensi persoalan, sehingga akhirnya organisasi dapat mengetahui apakah masalah tersebut memang perlu dipecahkan melalui program pelatihan atau tidak.
    Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab (asking question getting answers). Pertanyaan diajukan kepada setiap karyawan dan kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi tentang berbagai masalah dimana akhirnya kebutuhan pelatihan dapat diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.
    Masalah yang membutuhkan pelatihan selalu berkaitan dengan lack of skill or knowledge sehingga kinerja standar tidak dapat dicapai. Dengan demikian dapat disimpulkan kinerja aktual dengan kinerja situasional.
Fungsi Training Need Analysis
Training Need Analysis (TNA) yaitu :
  1. mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja;
  2. mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;
  3. medefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional;
  4. melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan;
  5. memberi data untuk keperluan perencanaan
Hasil TNA adalah identifikasi performance gap. Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan kinerja dapat ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja aktual individu tempat kerja.
Tahapan TNA mempunyai elemen penting yaitu :
  • identifikasi masalah
  • identifikasi kebutuhan
  • pengembangan standar kinerja
  • identifikasi peserta
  • pengembangan kriteria pelatihan
  • perkiraan biaya
  • keuntungan
2.Perencanaan dan Pembuatan Desain Pelatihan
Desain pelatihan adalah esensi dari pelatihan, karena pada tahap ini bagaimana kita dapat menyakinkan bahwa pelatihan akan dilaksanakan.
Keseluruhan tugas yang harus dilaksanakan pada tahap ini adalah :
  1. mengidentifikasi sasaran pembelajaran dari program pelatihan;
  2. menetapkan metode yang paling tepat;
  3. menetapkan penyelenggara dan dukungan lainnya;
  4. memilih dari beraneka ragam media;
  5. menetapkan isi;
  6. mengidentifikasi alat-alat evaluasi;
  7. menyusun urut-urut pelatihan.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah membuat materi pelatihan yang diperlukan dan dikembangkan seperti :
  1. jadwal pelatihan secara menyeluruh (estimasi waktu);
  2. rencana setiap sesi;
  3. materi-materi pembelajaran seperti buku tulis, buku bacaan, hand out dll;
  4. alat-alat bantu pembelajaran;
  5. formulir evaluasi.
Implementasi Pelatihan
Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan pelatihan yang efektif adalah implementasi dari program pelatihan. Keberhasilan implementasi program pelatihan dan pengembangan SDM tergantung pada pemilihan (selecting) program untuk memperoleh the right people under the right conditions. TNA dapat membantu mengidentifikasi the right people dan the right program sedangkan beberapa pertimbangan (training development) and concideration program dapat membantu dalam menciptakan the right condition.
Evaluasi Pelatihan
Untuk memastikan keberhasilan pelatihan dapat dilakukan melalui evaluasi. Secara sistimatik manajemen pelatihan meliputi tahap perencanaan yaitu training need analysis, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Tahap terakhir merupakan titik kritis dalam setiap kegiatan karena acap kali diabaikan sementara fungsinya sangat vital untuk memastikan bahwa pelatihan yang telah dilakukan berhasil mencapai tujuan ataukah justru sebaliknya.
  1. Persepsi terhadap Evaluasi Pelatihan
    konsep pelatihan sudah sejak lama mengalam problem perseptual. Sebagai kegiatan banyak organisasi mempersepsikan evaluasi secara keliru disamping mengabaikan atau sama sekali tidak melakukannya setelah pelatihan diadakan.
    Menurut Smith (1997) evaluasi program pelatihan dan pengembangan merupakan a necessary and usefull activity, namun demikian secara praktis sering dilupakan atau tidak dilakukan sama sekali.
  2. Makna Evaluasi Pelatihan
    Newby (Tovey, 1996 dalam Irianto Yusuf) menulis bahwa perhatian utama evaluasi dipusatkan pada efektivitas pelatihan. Efektifitas berkaitan dengan sampai sejauh manakah program pelatihan SDM diputuskan sebagai tujuan yang harus dicapai, karena efektifitas menjadi masalah serius dalam kegiatan evaluasi pelatihan.
  3. Merancang Evaluasi Pelatihan
    Evaluasi yang dilakukan oleh penyelenggara diklat sebagai berikut :
Evaluasi Pra Diklat, bertujuan mengetahui sejauhmana pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki para peserta sebelum diklat dilaksanakan dibandingkan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang disusun dalam program. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang belum dimiliki peserta yang disajikan dalam pelaksanaan program diklat.
Tahapan evaluasi terhadap pelatihan :
  • Evaluasi Peserta
  • Evaluasi Widyaiswara
  • Evaluasi Kinerja Penyelenggara
Evaluasi Pasca Diklat, bertujuan mengetahui pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sebelum diklat tidak dimiliki oleh peserta setelah proses diklat selesai dapat dimiliki dengan baik oleh peserta.
Kesimpulan
Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang mengendalikan yang lain.
Latihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai.
Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.
TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk menetukan apa sebetulnya kabutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu organisasi dalam menggunakan sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus menghindari kegiatan pelatihan yang tidak perlu.
Semoga bermanfaat..s7
DAFTAR PUSTAKA
Hariandja, Marihot Tua Efendi (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia : Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, Grasindo Widiasarana Indonesia, Jakarta
Irianto Jusuf (2001), Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pelatihan (Dari Analisis Kebutuhan Sampai Evaluasi Program Pelatihan), Insani Cendekia, Jakarta
Mangkuprawira, Sjafri (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Ghalia Indonesia, Jakarta Selatan.
Mangkunegara, Anwar Prabu, (2006), Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT Refika Aditama, Bandung.

SDM Aparatur, Sebuah Harapan ?

Pendahuluan
”The only way we can beat the competition is with people” demikian kata Robert J. Eaton, Chief Executive Officer (CEO) Chyster Corporation, produsen mobil terkemuka di Amirika Serikat. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa meskipun kita dewasa ini berada di era teknologi canggih, peran SDM dalam menentukan keberhasilan organisasi atau perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja.
Aparatur negara adalah keseluruhan lembaga dan pejabat negara serta pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, bertugas dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (TAP MPR Nomor II Tahun 1998).
Aparatur negara merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) bersama dengan dunia usaha (corporate governance) dan masyarakat (civil society). Ketiga unsur tersebut harus berjalan selaras dan serasi dengan peran dan tanggungjawab masing-masing. Aparatur Negara sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan diberikan tanggungjawab untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis dan bermartabat. Dunia usaha juga dituntut untuk mengembangkan semangat kewirausahaan dalam upaya menggerakkan sektor riil yang menyentuh kebutuhan hidup masyarakat dengan manajemen yang profesional. Sedangkan masyarakat sipil selain harus berperan aktif menjaga harmonisasi sosial, juga harus selalu dinamis menumbuhkan karya dan karsa sesuai dengan keahlian masing-masing. Partisipasi publik sebagai wujud demokratisasi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat juga harus ditumbuhkan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah agar lebih menyentuh sendi-sendi sosial. Di sisi yang lain, akuntabilitas kinerja setiap penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya juga harus dilakukan sehingga terjadi sinkronisasi antara perencanaan ideal yang dicanangkan dengan manfaat dan keluaran yang dihasilkan.
Ketika reformasi menggelora di negeri kita, segenap komponen bangsa terpacu untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem, tata kerja dan upaya-upaya lainnya ke arah kemajuan. Semangat itu pula yang menguatkan dorongan betapa pentingnya melakukan upaya-upaya sistematis untuk mendayagunakan aparatur negara guna mewujudkan masyarakat madani yang dicita-citakan. Tidak dapat dipungkiri bahwa aparatur negara yang ideal merupakan suatu keniscayaan hakiki bagi keberlangsungan pembangunan nasional.
Kondisi kepagawaian yang ada sekarang tidak bisa dipisahkan dari kebijakan penerimaan pegawai di masa lalu. Proses penataan kepegawaian mulai dari rekrutmen, pembinaan, dan pensiun banyak diwarnai aroma politik. Pemerintah membutuhkan pegawai karena didorong oleh keinginan untk memperbanyak jumlah sehingga semakin banyak pegawai yang bisa dibina untuk mendukung kekuatan golongan politik yang berkuasa.
Penyebaran pegawai untuk memenuhi tugas dari masing-masing organisasi tidak ada ukuran yang jelas. Sehingga berapa pegawai sebenarnya yang dibutuhkan oleh masing-masing unit organisasi dalam suatu departemen pemerintah dan pemerintah daerah. Tidak jelas ukuran dan kriterianya. Upaya untuk melakukan penataan kembali (rightsizing) merupakan suatu kebutuhan yang amat mendesak untuk melihat seberapa jauh kepegawaian pemerintah ini bisa berperan untuk menciptakan tata keperintahan yang baik.
Penataan kepegawaian terus berlangsung dan sekarang manajemen kepegawaian berdasarkan Undang-Undang Pemerintah daerah yang baru (UU No. 32 Tahun 2004), dilakukan banyak perbaikan. Persolan-persoalan yang ditimbulkan oleh pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 mulai diperbaiki.
Sumber Daya Manusia Aparatur Sebuah Harapan
Arah kebijakan pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Pembangunan Jangka Panjang (PJP) tahun 2005 - 2025 dan Pembangunan Jangka Menegah (PJM) tahun 2005-2009, maupun dalam Kebijakan Strategis Nasional bidang Pendayagunaan Aparatur Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009, pada bidang aparatur negara tahun 2005 hingga tahun 2009 adalah sebagai berikut:
  1. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-praktik KKN, dengan cara: a) Penerapan prinsip-prinsip tata-pemerintahan yang baik ( good governance) pada setiap tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan; b) Pemberian sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c) Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui pengawasan internal, pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat; d) Peningkatan budaya kerja serta pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara negara terhadap prinsip-prinsip (good governance);
  2. Meningkatkan kualitas penyelenggaran administrasi negara melalui: a) Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, ramping, luwes dan reponsif; b) Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan; c) Penataan dan peningkatan kapasitas SDM aparatur agar sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat; d) Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan prestasi;
  3. Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan cara : a) Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar; b) Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Sebagaimana Kebijakan Strategis Nasional bidang Pendayagunaan Aparatur Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009, pembangunan sumber daya manusia aparatur hendaknya difokuskan pada :
  1. Peningkatan kualitas pelayanan publik dan percepatan pemberantasan KKN;
  2. Peningkatan kinerja aparatur melalui penerapan sistem penggajian yang berbasis merit dan remunerasi, akuntabilitas dan penegakan disiplin secara konsisten, kelembagaan sesuai visi-misi, dan ketatalaksanaan yang efektif.
Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan pembangunan sumber daya manusia aparatur tadi adalah dengan :
  •  Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada semua tingkat, lini, dan kegiatan pemerintahan;
  • Peningkatan kualitas pelayanan publik yang semakin mudah, cepat, murah, bebas KKN, dan tidak diskriminatif;
  • Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, ramping, luwes, dan responsif;
  • Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan antar tingkat pemerintahan;
  • Meningkatkan koordinasi pendayagunaan aparatur negara (sinkronisasi, integrasi, simplifikasi);
  • Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mandiri, berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan;
  • Pemberian sanksi yang seberat-beratnya kepada pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  • Peningkatan intensitas dan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui pengawasan internal, pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat;
  • Peningkatan etika birokrasi dan budaya kerja serta pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara negara terhadap prinsip-prinsip good governance;
  • Peningkatan koordinasi antar aparat pengawasan dan antar aparat penegak hukum di pusat dan daerah;
  • Pemberian penghargaan kepada aparat penegak hukum dan para pihak yang berprestasi melakukan pemberantasan KKN dan menjatuhkan hukuman bagi yang terbukti melanggar;
  • Evaluasi, penyempurnaan dan penyelarasan berbagai peraturan perundang-undangan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi penyelenggaraan administrasi pemerintahan, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah;
  • Mendorong peningkatan kualitas implementasi sistem akuntabilitas kinerja di lingkungan instansi pemerintah;
  • Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur agar sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakaan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat;
  • Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan prestasi;
Isu Strategis Tantangan dan Peluang Kepegawaian
  1.  Perubahan dan Perkembangan Kebijakan Pembangunan
    Dalam RPJM telah mengidentifikasi 11 (sebelas) permasalahan pembangunan yang dihadapi lima tahun kedepan, salah satu diantaranya adalah permasalahan sumber daya manusia aparatur termasuk di dalamnya adalah PNS. Permasalahan tersebut adalah rendahnya kualitas pelayanan umum antara lain karena tingginya penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan, rendahnya kinerja sumber daya aparatur, belum memadainya sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan, rendahnya kesejahteraan PNS, serta banyaknya peraturan perundangundangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan. Untuk itu salah satu agenda pembangunan nasional yang disusun adalah Menciptakan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut, disusun arah kebijakan pembangunan penyelenggaraan negara tahun 2004-2009, yang ditetapkan sebagai berikut:
  • Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-praktik KKN melalui: Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), Pemberian sanksi yang berat bagi pelaku KKN, Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur, Peningkatan budaya kerja aparatur, Percepatan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan;
  • Meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara melalui: Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat lebih memadai, efektif dengan struktur lebih ramping, luwes dan responsif, Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan pada semua tingkat dan lini pemerintahan, Penataan dan peningkatan kapasitas SDM aparatur agar lebih profesional, Peningkatan kesejahteraan pegawai dan memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi, optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan e-Government dan dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan;
  • Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan. Dua dari tiga arah kebijakan pembangunan nasional penyelenggaraan negara tersebut diatas mengamanatkan dilakukannya upaya-upaya yang difokuskan pada dua aspek pembangunan yaitu aspek kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur. Maksud dari arah kebijakan tersebut yaitu agar pembangunan penyelenggaraan negara mampu mewujudkan aparatur yang profesional, aparatur yang akuntabel, dan aparatur yang sejahtera serta kelembagaan yang efisien dan tanggap terhadap perubahan. Dengan terwujudnya kondisiaparatur sebagai tersebut diatas, diharapkan dapat mengantarkan upaya pembangunan nasional penyelenggaraan negara mencapai tujuan agenda pembangunan nasional: Menciptakan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa.
2. Perkembangan Sosial-Politik
Masuknya kepentingan politik di masa datang akan semakin terbuka dan cenderung mendistorsi manajemen kepegawaian khususnya dalam pembinaan karier (jabatan) kepegawaian, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pengisian lowongan jabatan karier pada level manajerial tertentu dalam birokrasi pemerintah merupakan celah yang rawan terhadap intervensi kekuatan politik dan kekuatan tertentu lainnya. Kedepan tantangan tersebut akan semakin meningkat, baik dalam bentuk interaksi langsung unsur-unsur kekuatan politik dengan birokrasi maupun interaksi tidak langsung melalui aktivitas sosial bertendensi politik oleh aparatur. Kondisi demikian dapat dicontohkan dengan perkembangan isu aktual “Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung atau PILKADA” (terkait dengan perkembangan Otonomi Daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004).
3.Perkembangan Implementasi Otonomi Daerah
Penguatan desentralisasi daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota semakin didorong oleh Pemerintah (pusat) dengan maksud agar setiap daerah semakin lebih berdaya, semakin meratanya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat daerah. Langkah nyata yang telah dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Meskipun Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sudah diberlakukan selama lima tahun, namun demikian dalam kurun waktu tersebut, muncul ekses yang menyertai penyelenggaraan otonomi daerah, khususnya dalam penyelenggaraan manajemen sumber daya manusia PNS di daerah. Hal tersebut nampak adanya kecenderungan para pejabat kepegawaian daerah menetapkan keputusan/kebijakan yang kurang selaras dengan peraturan perundang-undangan kepegawaian yang berlaku secara nasional.
  • Adanya hambatan (eksklusivitas) terhadap masuknya PNS dalam rangka pembinaan karier secara nasional dari luar daerah, meskipun daerah setempat kekurangan pegawai yang kompeten sesuai dengan bidang tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan. Akibatnya terhambatnya pelayanan publik di daerah karena kurangnya ketersediaan aparat yang kompeten di bidangnya.
  • Adanya kecenderungan daerah membentuk unit organisasi yang sama dengan daerah lainnya, tanpa mempertimbangkan kebutuhan riil dan potensi daerah setempat (kelatahan).
  • Kurang akuratnya data PNS Daerah yang tersimpan dalam database PNS di tingkat nasional antara lain dikarenakan tidak tertibnya pengiriman data mutasi PNS dari daerah.
4.Pesatnya Perkembangan Teknologi Informasi­ Komunikasi.
Globalisasi dan revolusi teknologi informasi-komunikasi menjadi tantangan tersendiri bagi birokrasi dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik, pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Pemanfaatan teknologi informasi dalam birokrasi secara tepat guna, dengan didukung kualitas sumber daya manusia yang baik akan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas birokrasi untuk meningkatkan kinerjanya. Namun demikian apabila ketersediaan sarana tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara tepat guna dan tidak didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas baik, maka hal tersebut hanya akan menciptakan inefisiensi dan akan menghambat sistem manajemen secara keseluruhan. Permasalahan klasik kepegawaian yang sering timbul berkaitan dengan kurang berdayanya sistem informasi manajemen kepegawaian adalah :
  • Kesalahan data PNS pada surat keputusan mutasi kepegawaian yang ditetapkan oleh pejabat kepegawaian, hal demikian terjadi (pada umumnya) dikarenakan dalam proses pembuatan keputusan tersebut tidak didukung dengan data yang akurat dan mutakhir.
  • Belum berdayanya sistem informasi kepegawaian untuk menghadirkan data dan informasi PNS secara cepat, tepat dan akurat, setiap saat diperlukan dalam rangka pembuatan keputusan-kebijakan kepegawaian nasional. Sedangkan pemeliharaan data PNS secara manual kurang dapat mengimbangi percepatan perubahan dan perkembangan lingkungan yang terjadi.
Peluang Kepegawaian Ke Depan
Keberadaan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparat birokrasi yang berasal dari jalur karier kepegawaian (non political appointees) selalu dijumpai di setiap pemerintahan suatu negara, dan keberadaannya akan terus eksis selama pemerintahan negara tersebut masih ada. Keberadaan PNS dibutuhkan oleh pemerintah dan negara (stakeholder), dimana PNS selaku pelaksana kebijakan untuk menggerakan birokrasi, dan dibutuhkan oleh masyarakat secara umum (customer) dalam wujud pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat (fungsi public service). Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil disebut “public servant atau civil servant,” yang selalu dibutuhkan oleh Pemerintah/Negara, dan Masyarakat sebagai pengguna jasa PNS. Perubahan dari dua faktor utama (pemerintah selaku stakeholder dan PNS selaku pelaksana kebijakan/penyelenggara birokrasi serta penyedia pelayanan kepada masyarakat) diperlukan, karena dipengaruhi oleh dinamika perubahan di berbagai bidang, seperti: POLEKSOS, demografi, dan meningkatnya tuntutan publik kepada PNS, serta pengaruh global. Dari sisi pemerintah, perkembangan dan perubahan lingkungan yang terjadi telah disikapi dengan berbagai upaya penyesuaian arah kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan pembangunan penyelenggaraan negara, diarahkan untuk menciptakan Pemerintahan Yang Bersih dan berwibawa sebagaimana tertuang dalam RPJM.
sejahtera, dimana penghasilan PNS dapat memenuhi tingkat hidup layak bagi diri dan keluarganya, yang didukung dengan sistern penghargaan non materiil yang adil dan rasional, sehingga mampu menumbuhkan motivasi yang selanjutnya memacu peningkatan kinerja, dan terciptanya aparatur yang bersih dari KKN.
Sedangkan penyesuaian yang harus dilakukan oleh kepegawaian adalah menyelaraskan program-program kepegawaian dengan arah kebijakan pembangunan nasional serta tuntutan stakeholder (pemerintah) dan masyarakat yang menghendaki terwujudnya PNS yang profesional, dan bersih dari KKN, sehingga mampu menghadirkan pelayanan terbaik bagi masyarakat dan mendorong terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu masih terbuka peluang bagi kepegawaian di masa depan, apabila mampu mengembangkan sistem manajemen kepegawaian yang ada, sehingga dapat mewujudkan PNS sebagaimana diharapkan oleh stakeholder dan customernya.
Memperbaiki Manajemen Kepegawaian
Sistem manajemen kepegawaian yang berawal dari system perekrutan, promosi dan mobilisasi, esolonisasi, renumerasi, pendidikan dan pelatihan, kesejahteraan pegawai, disiplin, dan pensiun. Memerlukan perbaikan manajemen kepegawaian yang terintegral dan komprehensif. Maka hendaknya instansi yang menangani manajemen kepegawaian seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (menpan), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai pengelola PNS untuk bisa duduk bersama memperbaiki manajemen kepegawaian yang lebih baik. Ada beberapa masukan untuk memperbaiki manajemen kepegawaian sebagai berikut :
  1.  Manajemen kepegawaian (PNS) yang cenderung menggunakan system tertutup karena akibat dari desentralisasi dan otonomi daerah, maka perlu dikembalikan ke system manajemen nasional yang terpadu dan terbuka sehingga memungkinkan semua orang bisa memasuki atau menjadi pegawai pemerintah tanpa dihalangi oleh asal usul etnis dan kedaerahannya. Dengan demikian, hal-hal yang bisa dibantu antara lain menata dan mereformasi manajemen kepegawaian secara menyeluruh dengan menggunakan system yang tepat untuk wilayah Indonesia yang luas;
  2. Perlu adanya perubahan di dalam Pengelolaan manajemen Kepegawaian dari manajemen kepegawaian yang masih konvensional ke arah Pengelolaan manajemen Kepegawaian yang berbasis Informasi Teknologi (e-Government). Perubahan ini perlu dan mutlak dilakukan dalam rangka mengantisipasi terhadap perubahan lingkungan eksternal yang menuntut pengelolaan manajemen kepegawaian yang profesional, cepat, dan responsive dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
  3. Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan PNS tidak lagi dititkberatkan kepada Diklat Struktural yang cenderung menjadikan orientasi pegawai hanya untuk mendapatkan jabatan struktural, namun Diklat diarahkan untuk meningkatkan keahlian dan kecakapan pegawai;
  4. Dalam hal kesejahteraan pegawai, yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja PNS. Maka kesejahteraan pegawai perlu ditingkatkan dengan merestrukturisasi system pengajian PNS secara nasional dan secara rasional sesuai dengan standar minimal kebutuhan pegawai. Yang diarahkan untuk mengurangi gap gaji pegawai, struktur gaji yang yang bermula dari gaji pokok yang rendah perlu diperbaiki dengan memberikan jumlah gaji pokok yang besar, dan ditambah dengan tunjangan-tunjangan yang relevan;
  5. Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, pengelolaan Manajemen kepegawaian di daerah dilakukan secara otonom oleh daerah mulai dari rekrutmen sampai dengan pensiun. Perlu adanya restrukturisasi kelembagaan dalam manajemen kepegawaian di daerah tidaknya bersifat administratif, namun perlu struktur kelembagaan baru yang diarahkan dan berorientasi terhadap pengembangan potensi dan profesionalisme pegawai, memberi pelayanan yang opimal kepada masyarakat. Maka perlu kiranya manajemen kepegawaian dibantu melakukan analisis organisasi, analisis jabatan yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan peningkatan kompetensi dan profesionalisme pegawai.
Penutup
Dari paparan diatas akan pentingnya pembangunan sumber daya manusia aparatur, penting mengetahui isu-isu strategis yang merupakan tantangan dan peluang kepegawaian dengan memperbaiki pengelolaan manajemen PNS. Sehingga kedepan pembangunan sumber daya manusia aparatur kedepan dapat menghasilkan pegawai yang produktif dan profesional. Ada beberapa hal yang menjadi kunci pembangunan sumber daya manusia aparatur antara lain :
  •  Besarnya political will/government will secara konsisten, sungguh-sungguh, dan serius dalam pemberantasan KKN serta perubahan mind-set;
  • Meningkatnya kesamaan persepsi dalam tujuan, pola tindak serta rencana;
  • Memanfaatkan teknologi informasi (e-gov, e-procurement) dalam pemberantasan KKN;
  • Adanya kesepakatan penerapan single identity number (SIN);
  • Pembaharuan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih;
  • Penataan criminal justice system
Dan perlunya Pola Sikap Aparatur :
  • Setiap aparatur negara harus mengubah mind-set;
  • Melaksanakan 4W (well plan, well organise who bring what, well arangement, dan wellcontrol/supervise), menerapkan 4C (concept, competence, connections, dan commitment), dibarengi 2K (konsistensi dan keseriusan) dan shifting mind-set);
  • Memperhatikan 6W (well select, motivate, educate, train, equip, and pay/paid) dan terapkan 8C (commitment, concentration, capabilities, capacity, collaboration, commercialization, culture, and community), good governance, good public governance, dan good corporate governance, dan kembangkan birokrat enterpreneur.
Dan semoga harapan akan aparatur yang profesional dapat terwujud, amien..s7

sumber
http://sulaiman.blogdetik.com/category/pengembangan-sdm/

Manajer SDM yang Efektif

1. Sadari bahwa Anda Seorang Manajer
Langkah pertama adalah Anda perlu menyadari bahwa Anda juga seorang manajer, bukan sekadar “karyawan biasa”. Anda berhak memimpin dan mengelola diri sendiri dengan baik; dan seorang pengelola yang baik inilah yang disebut dengan manajer. Menyadari bahwa Anda seorang manajer, tentu tindakan dan cara berpikir akan terarah. Anda tidak akan merasa rendah diri dan merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengelola kualitas bila Anda sadar bahwa Anda juga seorang pemimpin, seorang manajer yang baik.
Pribadi Anda juga merupakan sumber daya manusia yang perlu dikelola; dan Anda sendirilah pengelolanya. Dengan demikian, bukankah tepat bila dikatakan Anda seorang “manajer SDM”? Mula-mula menyadari bahwa Anda seorang manajer SDM itulah maka langkah Anda akan efektif, pribadi Anda tidak akan asal kelola dan kinerja Anda ada yang selalu memimpin ke arah keberhasilan.
2. Manfaatkan “Ruang dan Waktu” dengan Baik
Sebagai manajer SDM, agar mampu bekerja dengan efektif, Anda perlu memanfaatkan “ruang dan waktu” dengan baik. “Ruang” menunjukkan bahwa aktivitas Anda di dunia kerja berada di dalam suatu tempat atau area yang mungkin saja penuh dengan persaingan, baik itu persaingan produk, merek, ataupun persaingan antarpribadi yang menginginkan promosi jabatan. “Waktu” menunjukkan bahwa gerak langkah Anda ada durasinya; tidak sepanjang masa Anda mengerjakan suatu tugas. Ada pembatasan yang jelas, misalnya satu pekerjaan harus diselesaikan dalam hitungan hari, bulan, ataupun tahun.
Anda harus memanfaatkan waktu dan ruang itu dengan baik agar pekerjaan atau tanggung jawab Anda membuahkan hasil yang maksimal. Itu semua hanya bisa Anda lakukan bila manajer SDM yang efektif dalam diri Anda bekerja dengan sangat baik.
Berikut ini salah satu ilustrasi yang dapat Anda pertimbangkan. Seorang kepala bagian memerintahkan kepada salah seorang anak buahnya untuk bekerja lebih banyak waktu di kantor agar lebih banyak hasil didapatkan. “Kalau 10 jam tidak cukup, kerjakanlah dalam 12 jam,” begitu nasihat kepala bagian. Si anak buah bahkan kemudian mengerjakan tugasnya lebih dari 12 jam agar target atasannya tercapai.
Namun, lain perusahaan, katakanlah si pesaing, para karyawannya mampu melakukan tugas yang sama hanya dalam waktu 5 jam, separuh waktu lebih pendek. Mengapa ini bisa terjadi? Ternyata budaya perusahaan mengarahkan mereka untuk menjadi manajer SDM yang efektif. “Kalau pekerjaan normalnya bisa dilakukan dalam 10 jam, mengapa kita tidak berpikir coba dikerjakan dalam 5 jam bisa selesai?” Apa mungkin? Sangat mungkin. Lakukan pekerjaan itu dengan efektif, tidak buang-buang waktu percuma, miliki target sejelas mungkin, tambah kemampuan Anda lebih dari rata-rata orang kebanyakan, dan… disiplin. Mungkin Anda bisa mencobanya.
3. Tahu Apa yang Anda Lakukan
Subjudul ini mungkin terasa aneh bagi Anda. “Saya pasti tahulah apa yang saya lakukan. Jika tidak, mana mungkin saya diterima bekerja di perusahaan ini,” ungkap Anda barangkali. Untuk batas ini, Anda memang benar; bahwa Anda mengetahui tugas-tugas Anda. Namun, sering kali diri Anda tidak terpimpin dengan baik, sehingga Anda mulai kehilangan kendali diri. Cobalah mulai lebih peka untuk melihat situasi di sekitar Anda, dan jawablah pertanyaan ini untuk diri sendiri: “apakah atasan Anda tahu apa yang harus dilakukan untuk suatu perubahan yang lebih baik?” Apakah rekan seprofesi Anda tahu apa yang seharusnya dilakukan untuk tetap fokus pada bidang tugas masing-masing? Apakah cita-cita suatu perubahan dalam menghadapi krisis, misalnya, sudah tertanam di dalam diri masing-masing individu dan menjadi suatu budaya bersama?
Beberapa pertanyaan itu pun seharusnya tujukan kepada diri Anda sendiri. Sebagai manajer SDM yang efektif apakah Anda sudah melakukan tugas-tugas Anda dengan baik, tidak mengabaikan waktu dan kesempatan, juga peluang untuk suatu kesuksesan? Semoga jawabannya menyenangkan Anda.
4. Merespons Setiap Peluang dengan Cepat dan Tepat
Hal yang sering kali membedakan antara pemimpin atau manajer dengan orang yang dipimpin atau dikelolanya adalah “kemampuan sang manajer” yang mampu merespons setiap peluang dengan cepat dan tepat. Peluang untuk sukses itu kemudian dijabarkannya menjadi tugas-tugas kecil yang ditransfer kepada anak buahnya. Kabar terbaiknya, Anda juga harus mampu secara efektif menjadi manajer SDM untuk diri sendiri dengan melatih respons Anda untuk suatu kesuksesan. Tingkatkan kualitas berpikir dan bertindak, latih ketenangan di saat-saat terdesak, olah emosi, dan latih kemampuan dalam mengorganisasikan diri sendiri agar respons Anda terhadap peluang kesuksesan semakin hari semakin mantap.
Kecepatan merespons suatu peluang sering kali menjadi pintu masuk keberhasilan yang tentu saja didambakan setiap orang yang bekerja di suatu perusahaan. Bayangkanlah apabila setiap pribadi yang bekerja memiliki kesadaran yang sangat tinggi bahwa mereka juga merupakan “manajer SDM yang efektif”. Respons yang efektif pun akan dilakukan secara bersama-sama dan itu sangat membahagiakan karena setahap demi setahap keberhasilan akan dirasakan dan dinikmati bersama. Mudah-mudahan Anda sudah menjadi manajer SDM yang efektif sehingga inspirasi sekecil apa pun dari diri Anda bermanfaat untuk perusahaan.
5. Miliki Kepedulian yang Tinggi
Seorang manajer harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pribadi-pribadi yang dipimpinnya dan produk yang dihasilkannya. Ia akan dengan sukacita melakukan perencanaan matang, tindakan yang tepat, dan evaluasi yang membawa kepada perbaikan bersama. Kepedulian terhadap proses inilah yang membuatnya menjadi manajer SDM yang efektif. Anda juga harus mampu berbuat hal yang sama. Sebagai manajer SDM yang efektif, pimpin diri Anda untuk peduli terhadap tugas Anda, terhadap cara-cara peningkatan kualitas, terhadap celah-celah yang mampu ditembus untuk memenangkan persaingan, dan peduli terhadap rekan kerja yang bekerja sama dengan Anda.
Dengan demikian, di samping Anda tahu tugas-tugas yang harus dilakukan, Anda juga perlu memahami apa yang dikerjakan partner Anda. Kepedulian ini akan membawa Anda kepada kerja sama yang baik dan saling menguntungkan. Jangan sibuk sendirian dengan tugas dan kepentingan pribadi, sementara rekan kerja Anda “ngos-ngosan” melakukan tugas untuk kesuksesan bersama. Jalinan rasa untuk saling peduli ini dapat Anda lakukan karena Anda menyadari bahwa Anda seorang manajer SDM yang efektif, bukan merasa sebagai karyawan biasa yang sering kali terpancing untuk tidak percaya diri dalam melakukan suatu tugas.
***
KELIMA butir di atas tentu tidak akan cukup menjelaskan dan mengingatkan bahwa Anda adalah manajer SDM yang efektif. Sebagai manajer, Anda berhak meraih kesuksesan bersama rekan kerja, atasan, juga bawahan Anda. Langkah-langkah terbaik itu mulailah dari diri sendiri. Kelola dengan efektif diri Anda. Pimpin dengan bijak diri Anda. Kendalikan ide, gagasan, ataupun argumentasi diri Anda agar tidak liar atau tak tentu arah. Semua itu bisa Anda lakukan jika Anda sebagai manajer SDM yang baik, tanpa harus menduduki jabatan tinggi di kantor Anda. Beraktivitas di level mana pun, Anda tetap manajer SDM yang efektif… dan Anda berhak untuk sukses sesuai dengan target pribadi terbaik Anda. Oke… segeralah pimpin diri sendiri, karena pekerjaan terbaik sudah menanti Anda bersama tim kerja.