Recent Posts

Pengembangan SDM Kanwil Depag Provinsi NTB

Latar Belakang
Keberadaan manusia dalam organisasi memiliki posisi yang sangat vital. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang bekerja didalamnya. Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut kemampuan mereka dalam menangkap fenomena perubahan tersebut, menganalisa dampaknya terhadap organisasi dan menyiapkan langkah-langkah guna menghadapi kondisi tersebut. Menyimak kenyataan diatas maka peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak hanya sekedar administratif tetapi justru lebih mengarah pada bagaimana mampu mengembangkan potensi sumber daya manusia agar menjadi kreatif dan inovatif.
Seiring dengan persaingan yang semakin tajam karena perubahan teknologi yang cepat dan lingkungan yang begitu drastis pada setiap aspek kehidupan manusia maka setiap organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompentensi agar dapat memberikan pelayanan yang prima dan bernilai. Dengan kata lain organisasi tidak hanya mampu memberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction) tetapi juga berorientasi pada nilai (customer value). Sehingga organisasi tidak semata-mata mengejar pencapaian produktifitas kerja yang tinggi tetapi lebih pada kinerja dalam proses pencapaiannya. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan kunci pencapaian produktivitas. Karena kinerja adalah suatu hasil dimana orang-orang dan sumber daya lain yang ada dalam organisasi secara bersama-sama membawa hasil akhir yang didasarkan pada tingkat mutu dan standar yang telah ditetapkan. Konsekuensinya, organisasi memerlukan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan kemampuan yang unik sesuai dengan visi dan misi organisasi.
Pengembangan SDM berbasis kompetensi dilakukan agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Kompentensi menyangkut kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai dengan perannnya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki karyawan secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan mampu mendukung setiap perubahan yang dilakukan manajemen. Dengan kata lain kompentensi yang dimiliki individu dapat mendukung system kerja berdasarkan tim.
Sumberdaya Manusia Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat yang berada di tengah-tengah masyarakat dinamis, harus lebih mampu memberi berbagai pelayanan sesuai dengan kebutuhan yang dituntut masyarakat. Pentingnya peran aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan dan menunjang keberhasilan pembangunan telah mendorong berbagai upaya kearah langkah penyempurnaan. Berkaitan dengan hal ini aparatur Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat menghadapi tugas ganda, yakni di satu pihak aparatur harus mampu melakukan kiat-kiat strategis dalam rangka memberikan yang lebih baik kepada masyarakat (outward looking), dan di lain pihak aparatur harus mampu meningkatan kompetensi dalam lingkungannya (inward looking).
Akan tetapi, meskipun suatu organisasi sudah berusaha untuk mengembangkan sumber daya manusianya, namun apabila didalam diri manusia/individu itu sendiri tidak ada motivasi untuk maju dan berkembang, maka upaya yang telah ditempuh organisasi akan sia-sia, kinerja yang ditampilkan akan buruk, akan sering terjadi pemborosan dalam financial organisasi akibat kesalahan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam pekerjaan.
Fenomena atau gejala menurunnya etos kerja, yaitu kurangnya pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang kurang baik dan dapat dengan mudah terlihat dalam praktek penyelenggaraan urusan kepegawaian, urusan penyelenggaraan haji, dan pelayanan lainnya di Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat yang menunjukkan gejala kurangnya kompetensi mereka, misalnya dalam bidang pengetahuan, pada umumnya pejabat tidak menguasai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang tugasnya, sehingga ketika dihadapkan pada suatu masalah, penyelesaian yang dilakukan tidak berdasarkan prosedur yang berlaku, cenderung ditafsirkan menurut kehendak masing-masing. Contohnya banyak penyelia yang kebingungan karena ketidaktahuan mereka tentang prosedur dan urutan-urutan dalam memberikan teguran atas pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh bawahan sehingga dalam penyelesaian masalah menjadi berlarut-larut.
Dalam aspek keterampilan, hampir sebahagian pejabat tidak menguasai komputer dengan menggunakan berbagai perangkat lunak seperti Microsoft office dan aplikasi internet, sehingga tidak memiliki akses terhadap sumber-sumber informasi yang seharusnya mudah didapatkan melalui website. Padahal Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat sudah tersedia laboraturium computer dan internet di setiap unit kerja.
Selanjutnya aspek sikap dan perilaku yang kurang baik seperti jarang memberikan penghargaan terhadap kinerja dan prestasi yang dibuat oleh anggota unit kerja, kurang bisa mengarahkan orang lain, kurang bisa menjadi pendengar yang baik dan berempati pada bawahan, mudah terpancing, stres jika ada masalah, kurang percaya diri, kurang bisa memberi instruksi dengan tepat dan jelas untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Selanjutnya yang menyebabkan tidak beresnya pekerjaan adalah kurangnya rasa tanggungjawab. Contohnya apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak berada ditempat kerja, maka para karyawan tidak akan betah berada ditempat kerja dan biasanya pulang kerja lebih awal dari waktu yang sudah di tentukan. Hal ini mengakibatkan para karyawan lainnya tidak bersemangat untuk tetap tinggal di kantor, tentu saja klien yang hendak mendapatkan pelayanan harus menunggu lagi sampai esok harinya.
Berdasarkan masalah diatas, penulis tertarik memfokuskan masalah pada :
“Bagaimana Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi Sebagai Perubahan Peningkatan Kinerja Organisasi Pada Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat”.
Faktor Pendorong Perubahan
Kekuatan Eksternal
Wibowo (2007 : 77) terdapat empat kekuatan pendorong perubahan eksternal sebagai berikut :
  1. Demographic Characteristic (karakteristik demografis)
    unsur demografis antara lain adalah umur, pendidikan, tingkat keterampilan, gender, migrasi, dan lain-lain. Dimana sekarang terdapat kecenderungan bahwa tenaga kerja semakin beragam, dan terdapatnya bisnis penting yang dapat mengelola secara efektif;
  2. Technological Advancements (kemajuan teknologi)
    baik organisasi manufaktur maupun jasa semakin meningkat dalam menggunakan teknologi sebagai alat untuk memperbaiki produktivitas dan market competitiveness;
  3. Market Changes (perubahan pasar)
    organisasi harus belajar bagaimana menciptakan kerja sama yang saling mengguntungkan dengan organisasi lain (win-win relationship) jika ingin survive dalam dunia luas yang penuh dengan restrukturisasi, aliansi dan partnership;
  4. Social and Political Pressures (tekanan sosial dan politik)
    adanya nilai-nilai yang harus dipertahankan, maupun tipologi kepemimpinan.
Kekuatan Internal
Kekuatan internal datang dari dalam organisasi. Yaitu hal-hal sebagai berikut :
  1. Human Resources Problem/Prospects (problem/prospek SDM)
    masalah ini timbul karena persepsi pekerja tentang bagaimana karyawan diperlakukan di tempat kerja dan kecocokan antara kebutuhan dan keinginan individu dan organisasi. Ketikpuasan pekerja terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan dan tidakpuasan kerja;
  2. Managerial Bahavior/Decision (perilaku/keputusan manajerial)
    konflik antara manajer dan bawahan merupakan tanda bahwa perubahan diperlukan.
PENGEMBANGAN SDM BERBASIS KOMPETENSI
Pengertian Kompetensi
Kompetensi didefinisikan (Mitrani et.al, 1992; Spencer and Spencer,1993) sebagai underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion-referenced effective and or superior performance in a job or situasion. Atau karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannnya. Berangkat dari pengertian tersebut kompentensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan motif kompentensi dapat diperoleh pada saat proses seleksi.
Selanjutnya menurut Spencer and Spencer (1993) kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu “threshold competencies” dan “differentiating compentencies”. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata. Sedangkan “differentiating competiencies” adalah factor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Misalnya seorang dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti pada tataran “threshold competencies”, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori “differentiating competencies”.
Manfaat Kompentensi
Mengacu pada pendapat Ryllat,et.al;1993 kompentensi memberikan beberapa manfaat kepada karyawan dan organisasi.
  1. Karyawan :
  • Kejelasan relevansi pembelajaan sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer ketrampilan, nilai, dari kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karier;
  • Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses setifikasi nasional berbasis standar yang ada;
  • Penempatan sasaran sebagai sarana pengembangan karier;
  • Kompetensi yang ada sekarang dan manfaatnya akan dapat memberikan nilai tambah pada pembelajaran dan pertumbuhan;
  • Pilihan perubahan karier yang lebih jelas . Untuk berubah pada jabatan baru, seseorang dapat membandingkan kompetensi mereka sekarang dengan kompetensi yang diperlukan untuk jabatan baru. Kompetensi baru yang dibutuhkan mungkin hanya berbeda 10% dari yang telah dimiliki;
  • Penilaian kinerja yang lebih obyektif dan umpan balik berbasis standar kompetensi yang ditentukan dengan jelas;
  • Meningkatnya ketrampilan dan ‘marketability’ sebagai karyawan.
2. Organisasi
  • Pemetaan yang akurat mengenai kompetensi angkatan kerja yang ada yang dibutuhkan;
  • Meningkatnya efektifitas rekrutmen dengan cara menyesuaikan kompetensi yang diperlukan dalam pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar;
  • Pendidikan dan Pelatihan difokuskan pada kesenjangan ketrampilan dan persyaratan ketrampilan dan persyaratan ketrampilan yang lebih khusus;
  • Akses pada Pendidikan dan Pelatihan yang lebih efektif dari segi biaya berbasis kebutuhan organisasi dan identifikasi penyedia Pendidikan dan Pelatihan internal dan eksternal berbasis kompetensi yang diketahui;
  • Pengambil keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan telah memiliki ketrampilan yang akan diperoleh dalam Pendidikan dan Pelatihan;
  • Penilaian pada pembelajaran sebelumnya dan penilaian hasil Pendidikan dan Pelatihan akan lebih reliable dan konsisten;
  • Mempermudah terjadinya perubahan melalui identifikasi kompetensi yang diperlukan untuk mengelola perubahan.
Model Kompetensi
Model kompetensi yang dikaitkan dengan strategi manajemen sumber daya manusia dimulai pada saat rekruitmen, seleksi, penempatan sampai dengan pengembangan karier pegawai sehingga pengembangan kompentensi pegawai tidak merupakan aktifitas yang “instant”. Sistem rekrutmen dan penempatan pegawai yang berbasis kompetensi perlu menekankan kepada usaha mengidentifikasikan beberapa kompetensi calon pegawai seperti inisiatif, motivasi berprestasi dan kemampuan bekerja dalam tim. Usaha yang dilakukan adalah menggunakan sebanyak mungkin sumber informasi tentang calon sehingga dapat ditentukan apakah calon memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Metode penilaian atas calon yang dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti wawancara perilaku(behavioral event review) tes, simulasi lewat assessment centers, menelaah laporan evaluasi kinerja atas penilaian untuk promosi atau ditetapkan pada suatu pekerjaan berdasarkan atas rangking dari total bobot skor berdasarkan criteria kompetensi. Karyawan yang dinilai lemah pada aspek kompetensi tertentu dapat diarahkan untuk kegiatan pengembangan kompetensi tertentu sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerjanya.
Kompetensi Yang Dibutuhkan
Menilik dalam organisasi ada tiga tingkatan manajemen dimana pada posisi yang paling atas biasa disebut eksekutif kemudian manajer selanjutnya adalah karyawan tentunya kompetensi yang dibutuhkan berbeda satu dengan yang lainnya, paling tidak dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Tingkat Eksekutif
Pada tingkatan eksekutif diperlukan kompetensi yang berkaitan dengan strategic thingking’ dan change leadership management. Strategic thingking adalah kompetensi untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang begitu cepat, melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat mengidentifikasikan “strategic response” secara optimum. Sedang change leadership adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dan dapat mentransformasikan kepada pegawai.
Tingkat Manajer
Pada tingkat manajer kompentensi yang diperlukan meliputi aspek-aspek fleksibilitas, change implemention, interpersonal understanding and empowering. Aspek fleksibilitas adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial; apabila strategi perubahan organisasi diperlukan untuk efektifitas pelaksanaan tugas organisasi. Dimensi “interpersonal understanding” adalah kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia. Aspek pemberdayaan adalah kemampuan mengembangkan karyawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik, menyatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja.
Tingkat Karyawan
Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti fleksibilitas, menggunakan dan mencari berita, motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi, motivasi kerja di bawah tekanan waktu, kolaborasi, dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.
Dimensi fleksibilitas adalah kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai ancaman. Aspek mencari informasi, motivasi dan kemampuan belajar adalah kompetensi tentang antusiasme untuk mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis keahlian teknis dan interpersonal. Dimensi motivasi berprestasi adalah kemampuan untuk mendorong inovasi;perbaikan berkelanjutan dalam kualitas da produktifitas yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan kompetensi.
Aspek motivasi kerja dalam tekanan waktu merupakan kombinasi fleksibilitas, motivasi berprestasi, menahan stress, dan komitmen organisasi yang membuat individu bekerja dengan baik dibawah permintaan produk-produk baru walaupun dalam waktu yang terbatas. Dimensi kolaborasi adalah kemampuan bekerja secara kooperatif di dalam kelompok yang multi disiplin; menaruh harapan positif kepada yang lain, pemahaman interpersonal dan komitmen organisasi.
Sedangkan dimensi yang terakhir untuk karyawan adalah keinginan yang besar untuk melayani pelanggan dengan baik; dan inisiatif untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pelanggan.
Pendidikan Dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PPBK)
Proses perubahan yaitu dengan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi, seperti dikatakan oleh Greenberg dan Baron (Wibowo, 80. 2007)
“terdapat beberapa faktor yang merupakan kekuatan di belakang kebutuhan akan perubahan. mereka memisahkan antara perubahan terencana dan perubahan tidak terencana. Perubahan terencana adalah aktivitas yang dimaksudkan dan diarahkan dalam sifat dan desainnya untuk memenuhi beberapa tujuan organisasi. Sementara itu, perubahan tidak terencana merupakan pergeseran dalam aktivitas organisasi karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, diluar kontrol organisasi”.
Menurut mereka juga kekuatan dalam perubahan terencana yang dihadapi organisasi disebutkan sebagai berikut :
  1. Changes in product or service;
  2. Changes organizasional size and strukture;
  3. Changes in administrative system;
  4. Introduction of new technologi.
Wibowo (96.2007) Proses mengubah orang tidak mudah. Akan tetapi, langkah dasarnya adalah melalui unfreezing (pencairan), changing (perubahan), dan refreezing (pembekuan kembali). Apabila proses pencairan telah selesai, mereka sudah siap untuk menerima dan melakukan perubahan, barulah proses perubahan (changing) yaitu pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi -PPBK dijalankan.
Pendidikan dan Pelatihan Berbasis pada Kompetensi-PPBK (competency-based education and or training) merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan SDM yang berfokus pada hasil akhir (outcome). PPBK merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan. Oleh karena itu PPBK sangat fleksibel dalam proses kesempatan untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara. Tujuan utama PPBK adalah :
  1. Menghasilkan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan;
  2. Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah dicapai dan sertifikasi.
Hasil PPBK hendaknya dihubungkan dengan kebutuhan :
  • Standar kompetensi yang akan diberikan;
  • Program Pendidikan dan Pelatihan didasarkan atas uraian kerja;
  • Kebutuhan multi-skilling;
  • Alur karir (career path).
Terdapat 9 prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan PPKB (Rylatt,1993) :
  1. Bermakna, praktek terbaik (Meaningful, best practice)
  2. Hasil pembelajaran (Acquisition of lerning) Salah satu perbedaan antara PPBK dan Pendidikan dan Pelatihan tradisional adalah hasil pembelajaran, bukan penyampaian Pendidikan dan Pelatihan. Dalam PPBK, kita hanya memperhatikan dan berfokus pada apabila orang yang dilatih memperoleh kompetensi yang diharapkan dan bukan bagaimana mereka memperolehnya. Proses pembelajaran yang dipergunakan lebih berfokus pada perbantuan dan fasilitasi untuk mereka belajar dan ketrampilan yang dipelajari akan lebih mudah diadaptasikan;
  3. Feksibel (Fleksible) Sebagai suatu hasil keprihatinan atas penguasaan pembelajaran, maka dewasa ini cara orang belajar sangat fleksibel. Pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode dari industri, membaca dan cara belajar lainnya baik formal maupun informal. Fleksibilitas memberikan peluang orang belajar berbasis informal, sepanjang mereka dapat menunjukkan kemampuan (competence). Pembelajaran mandiri oleh seseorang dimungkinkan akan divalidasi melalui suatu proses penelusuran dan uji kompetensi;
  4. Mengakui pengalaman belajar sebelumnya (Recognizes perior learning) PPBK mengakui pengalaman belajar yang diperoleh sebelumnya yang mempunyai relevansi sebelum mereka mengikuti uji kompetensi. Pengakuan ini akan dan memudahkan serta lebih fleksibel bagi mereka mengikuti Pendidikan dan Pelatihan. Seseorang tidak dituntut harus mengikuti Pendidikan dan Pelatihan dari awal sampai Akhir, tetapi bila mereka mampu mengikuti dan lulus ujian kompetensi, mereka berhak memperoleh kelulusan dan kualifikasi;
  5. Tidak didasarkan atas waktu (Not time based) Proses Pendidikan dan Pelatihan ini tidak dibatasi oleh waktu. Suatu program Pendidikan dan Pelatihan didapat diselesaikan berbasis waktu yang fleksibel. Perbedaan kemampuan individu sangat diperhatikan;
  6. Penilaian yang disesuaikan (Appropriate assessment) PPBK sangat memperhatikan kemampuan memperagakan kompetensi, oleh karena itu perlu bagi setiap orang dinilai untuk menentukan apakah mereka kompeten untuk memperoleh kualifikasi yang diperolehnya akan mampu melaksanakan pekerjaan dan tugasnya;
  7. Monitoring dan evaluasi (On-going monitoring and evaluation) Monitoring dan evaluasi PPBK, mutlak diperlukan mulai dan masukan, proses sampai pada keluaran, yang hasilnya dihubungkan dengan standar nasional untuk memperoleh pengalaman (accareditation);
  8. Konsistensi secara nasional Umumnya Pendidikan dan Pelatihan kejuruan dilakukan oleh penyedia jasa Pendidikan dan Pelatihan atau diklat perusahaan. Setiap penyedia jasa Pendidikan dan Pelatihan mempunyai cara dan teknik tersendiri dalam proses Pendidikan dan Pelatihan. Hal ini berdampak tidak konsistennya ketrampilan dan pengetahuan diantara peserta Dalam melakukan pekerjaan yang sama. PPBK berlandaskan pada penampilan Kompetensi yang secara nasional konsisten dengan kebutuhan industri. Hasilnya Orang mengikuti Pendidikan dan Pelatihan dari suatu tempat dapat diterima di tempat lain dan menjadi tenaga kerja yang dapat dipekerjakan secara nasional;
  9. Akreditasi pembelajaran Suatu sistim akriditasi yang konsisten secara nasional diantara penyedia jasa Pendidikan dan Pelatihan, misalnya penyedia Pendidikan dan Pelatihan kejuruan (baku) kurikulum yang dipergunakan harus memperoleh pengakuan dan badan atau instansi yang berkompeten.
Hambatan dalam perubahan tersebut adalah :
Seperti dikatakan Peter M. Senge (dalam Wibowo : 190 ; 2007) mengingatkan bahwa Drucker mengidentifikasi adanya hambatan untuk melakukan perubahan, yaitu :
  1. Demografis, perubahan memerlukan waktu yang relatif panjang, namun banyak manajer tidak sabar mempertimbangkan untuk menunggu perubahan;
  2. lingkungan dan Sosial;
  3. Persepsi terhadap Revolusi Informasi
    Implikasi dari hambatan terhadap persepsi tentang informasi adalah sebagai berikut : a) semua organisasi harus belajar tentang bagaimana menerima perubahan; b) banyak pengembangan yang mengejutkan; c) pemimpin harus belajar menciptakan kesdiaan menerima perubahan dengan meninggalkan cara kerja yang lama dan usang.
Hambatan kebanyakan datang dari dalam organisasi (Uyung Sulaksana, 141 : 2004) antara lain :
  • Semua orang memandang perubahan segagai tujuan ketimbang sebagai sebuah proses yang memerlukan perencanaan, persiapan, manajemen proyek dan perhatian yang konsisten.
  • Visi tentang tujuan jangka pendek maupun jangka panjamh tidak jelas.
  • Peninggalan program perubahan organisasi sebelumnya yang gagal karena penanganan buruk menciptakan budaya skeptis dan cenderung menghindari resiko.
  • Gagal memberikan dukungan, pelatihan dan keterampilan yang diperlukan yang memungkinkan karyawan mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri atas perubahan organisasi.
  • Kurangnya komunikasi menyangkat perubahan termasuk, misalnya memberi informasi pada karyawan terlalu bertahap, yang berisiko tumbuh-kembangnya gosip-gosip.
  • Terlalu memfokuskan upaya perubahan secara sempit pada satu aspek organisasi dan mengabaikan keterkaitannya pada kehidupan organisasi.
Proses Sistim Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi
Salah satu model PPBK yang sederhana dan banyak dipergunakan adalah model 5 tahap yang dikembangkan oleh Dubois, 1996. Model tersebut dirancang untuk peningkatan kompentensi karyawan yang dapat dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada agar dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan. Untuk mencapai hasil yang optimal pada PPBK hendaknya diperhatikan faktor yang dapat berpengaruh pada hasil akhir Pendidikan dan Pelatihan. Faktor-faktor ini antara lain, keselarasan tujuan program dengan kebutuhan dan kebijakan organisasi, dukungan dan anggaran dari manajemen; kurikulum; peserta didik dan latih; instruktur, metode dan teknik penyampaian, sarana dan prasarana, manajemen dan administrasi, litbang, sosialisasi program dan evaluasi program.
Kesimpulan
Adanya transformasi peran SDM dari professional manjadi strategik menuntut adanya pengembangan SDM berbasis kompentensi agar kontribusi kinerja SDM terhadap organisasi menjadi jelas dan terukur. Mengingat program pengembangan SDM adalah program yang berkesinambungan maka dalam pelaksanaannya diperlukan proses pembelajaran yang berkelanjutan agar dapat mendukung keberhasilan peningkatan kinerja organisasi.
Kompetensi merupakan salah satu unsur penentu upaya peningkatan kinerja organisasi dan penyediaan tenaga kerja yang memberikan perspektif yang lebih tajam dan spesifik terhadap pekerja dan pekerjaannya. Peningkatan kinerja SDM yang pertama dengan memperbaiki system dan lingkungan kerja sedang yang kedua melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompentensinya. Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PPBK) adalah sistem pendidikan dan pelatihan yang menawarkan upaya peningkatan kinerja SDM dan organisasi melalui kompetensi yang dapat menciptakan karyawan dengan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan pekerjaan.
Upaya pengembangan SDM melalui PPBK hendaknya diperlukan dukungan dan pertimbangan-pertimbangan seperti :
  1. Komitmen yang tinggi dari manajemen dan penyediaan anggaran atas pembinaan SDM yang berkesinambungan.
  2. Terpeliharanya keselarasan antara kebutuhan pendidikan dan pelatihan dan kebutuhan organisasi.
  3. Seleksi peserta didik dan latih, professionalism instruktur, metode, sarana dan prasarana yang memadai dapat mendukung pengembangan SDM. Pengembangan SDM yang berbasis kompentensi dapat membantu organisasi memiliki manajer yang dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan tepat dan akan memiliki pegawai yang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk keberhasilan organisasi.
Akhirnya, kompenensi apa yang seharusnya dimiliki dan dikembangkan oleh organisasi terhadap anggotanya sepenuhnya tergantung dari visi dan misi organisasi yaitu Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat yang bersangkutan dengan tetap melihat budaya organisasi.
Heraclitus pernah berkata, “tidak ada perubahan yang abadi kecuali perubahan itu sendiri“. semoga bermanfaat..s7
DAFTAR PUSTAKA
Mitrani,A,Daziel, M. And Fitt, D. “Competency Based Human Resource Management: Value-Driven Strategies for Recruitment, Development and Reward”, Kogan Page Limited:London, 1992.
Sulaksana, Uyung (2004), Manajemen Perubahan, Pustaka Pelajar, Jogjakarta
Spencer,M.Lyle and Spencer,M.Signe, “Competence at Work:Models for Superrior Performance”, John Wily & Son,Inc,New York,USA,1993
Wibowo, Prof, Dr. (2007), Manajemen Perubahan, edisi kedua, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta

sumber: http://sulaiman.blogdetik.com/category/pengembangan-sdm/